Surat Rindu untuk A

Malam ini, akan kumanjakan ingatanku akan kamu.

Waktu itu, aku dengan canggung berada di keramaian tanpa mengenal seorang pun. Kota yang asing, lingkungan yang baru dan keriuhan anak muda yang sulit kupahami. Kuputuskan untuk mengamati riuh dari belakang, duduk diam dalam keramaian.

Tentu saja, kemudian kupilih tempat duduk yang terdekat dengan meja minuman. Tak lama kau datang mengambil minum dan tak beranjak pergi. Kita belum saling mengenal, tapi kehadiranmu sudah memenuhi ruangan. Riuh meredam. Kuamati kamu dari samping, ah… tampan. Diam-diam kucuri pandang lagi, kamu menyenangkan untuk dilihat. Lalu, kamu seperti merasa kuamati, menoleh ke arahku dan menyapa, “halo… apa kabar?” Dan kita berkenalan.

Semudah itu berkenalan denganmu, yang sepuluh menit kemudian menceritakan kisah hidupmu.

“Aku baru pindah ke kota ini, kamu?”

“Oh, sesekali datang… setidaknya seminggu sekali.”

“Cukup sering!”

“Ya… dan saking seringnya, mungkin aku lebih tau kota ini daripada kamu dan bisa jadi guide buat kamu di kota ini… aku tau tempat yang menyenangkan untuk kita bisa minum-minum.”

“Ah, tentu saja… setelah acara ini, kamu sudah punya janji? Aku perlu minum-minum.”

Kukatakan, mari kita pergi makan malam dan minum-minum.

Dalam temaram lampu restoran, kamu bercerita lebih panjang. Kehadiranmu, menutupi semua riuh. Cuma ada kamu.

“Aku menunggu mati,” demikian katamu.

Aku tertegun sesaat, lalu kukatakan, beberapa waktu aku terobsesi dengan mati. Bukan hendak bunuh diri, hanya ingin mempersiapkannya sebaik mungkin, “kurasa mati akan datang cepat sekali, aku tak pernah siap namun di saat yang sama, kurasakan hidup juga membosankan karena kita hanya menunggu mati.”

Kamu tergelak. Lalu kuceritakan sebuah dongeng imajinasiku tentang harimau yang menunggu mati. Setelah selesai, kamu berkata dengan serius, “kita memang harus berjumpa agar aku mendengar cerita ini. Bagaimana bisa, kita yang baru bertemu, berasal dari dunia yang sangat berbeda… namun kamu bisa menerjemahkan perasaanku ke dalam sebuah cerita yang indah?”

Dua orang yang menunggu mati, dipertemukan oleh hidup. Memang, kejutan selalu menanti di setiap titik waktu. Ketika kita bersama pun ketika kita berpisah.

Aku mengingat momen manis kita berjumpa petang itu. Seorang yang asing kemudian menjadi yang terdekat. Kepadamu, kubisikkan semua rahasia. Ketakutanku, terutama.

Dan sekarang, kita kembali tak saling mengenali lagi. Bagaimana bisa kita tidak saling bercakap-cakap lagi. Lebih dari apapun, aku merindukan pertemanan kita. Aku sungguh ingin tahu kabarmu, apakah kau baik-baik saja? Apakah kau bahagia?

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: