Aku ingin bercerita tentang Cinta. Ia pernah datang, tanpa kuundang. Begitu saja menerjang masuk, dan aku tak siap menyambutnya. Cinta seperti mudah mampir, tapi tidak juga. Pernah ku mengundangnya… penuh rayu dan goda, mengajaknya singgah. Namun, tak kunjung pula ia singgah.
Cinta, mahluk membingungkan. Sekejab ia ramah penuh tawa, dalam riang ia membawaku ke angkasa. Lalu tak lama, ia memunggungiku dan mendiamkanku. Tak pernah bisa kutebak, apa maunya Cinta.
Sepanjang waktuku, kuhabiskan memahaminya. Berkali-kali kujumpai dia, penuh sayang kuinginkan dia tinggal. Pada hari yang baik, ia menurutiku. Dengan penuh sayang, ia memberiku harapan, membawakan canda. Bersamanya, menyenangkan. Membuat hatiku terkembang, sayangnya kadang malah membikinku sesak napas sehingga aku harus menjauhinya sementara waktu. Sementara saja, sampai hatiku agak kempes dan tak menyesakkan.
Seringkali, saat Cinta memunggungiku kutanyakan pada diriku sendiri, haruskah Cinta berbalik padaku dan membuat ruangan kami penuh serta riang? Jawabnya selalu tidak.
Ruangan ini tak selalu harus penuh. Tak selalu harus riang, aku menikmati duduk dalam kosong di sudut ruangan. Diam di sana, sambil menunggu Sang Waktu mengambil kembali kunci ruangan yang dipinjamkannya padaku. Duduk di sudut ruangan, menanti Pengembara Mimpi mampir, dan menceritakan kisah Pembisik Pohon.
Ketika Cinta ada, Pengembara Mimpi tak pernah menceritakan Pembisik Pohon saat ia mampir. Kerumitan yang tak kupahami, mengapa harus berbelit. Tak bisakah kusederhanakan, Cinta menurutiku; mampir saat kuiinginkan, dan sementara menjauh saat aku ingin bernafas.
Sayangnya, Cinta memiliki kehendaknya sendiri. Tak peduli saat ini aku ingin ia duduk bersamaku di sudut ruangan, Cinta tak mau mampir.
Leave a Reply