Kritik Untumu!

Bahasa adalah rasa. Kata-kata tanpa arti, mereka hanya memanggil makna yang sudah tersimpan di dalam benak. Dan kita mempercayai apa yang kita ingin percayai.

Lalu selesailah semua perdebatan yang ada di kepala saya, segala omelan dan kekesalan mengenai kenyinyiran manusia. Tapi tunggu, sebelum menutup semua perdebatan (di kepala saya sendiri) saya mau ngomel dulu.

Punya kenalan yang selalu memberi tanggapan: “aduh… harusnya bukan begitu… blab la bla… kalau gini kan nggak ini, harusnya nggak begini nih” setiap kali Anda selesai mengadakan hajatan, lalu ketika Anda tanya, nggak begini harusnya gimana? Akan dijawab, “ya pokoknya jangan gini deh, kan kamu pintar jadi bisa mikir yang lebih baik”

Sakkarepmu, Yu!

Kesel nggak? Kesel dong. Pengen nampar? Iya dong. Tapi nggak boleh nampar juga, nanti termasuk kekerasan dalam perkenalan, ya. Iya.

Kalau situ punya ide yang lebih baik, kenapa sih nggak dari awal ngasih masukan? Kenapa nggak bergerak? Begitu ada yang bergerak, baru deh komentar bermunculan. Biar apa? Biar masuk kategori pinter, ngerti banyak hal. Kritis. Untumu kritis!

Saya tidak berusaha membenarkan pihak terkritik yang menjawab, “ya coba kamu menjalani sendiri” defensif amat siiih… tetapi saya juga yakin bahwa, jika kritikan disampaikan dengan benar tidak akan ada jawaban defensif seperti itu.

Kritik itu, menurut saya, sangat teknis. Sangat bisa dijelaskan. Misalnya nih ya, eh makanan ini nggak enak. Lalu ditanya, nggak enak karena apa? Pokoknya nggak enak aja, kamu kan yang pinter masak, kamu pikirin sendiri deh.  Eh, lho?! Gini, karena enak itu tergolong kata-kata absurd, bolehlah kita panjangin. Makanan ini nggak enak karena dagingnya alot, dan keasinan.

Nah, ngerti kan? Iya.

Saya percaya kritik itu teknis banget. Nggak selalu harus ada solusi dalam memberikan kritik, tapi ketahui permasalahan apa yang kita sampaikan di kritik itu. Biasanya sih ya, kalau tau masalahnya apa ya pasti bisa memberi masukan juga sebaiknya gimana.

Memang sih, yang nganu buat si anu kan belum tentu nganu juga buat yang lainnya. Yang jadi permasalahan si pemberi kritik, bisa jadi bukan masalah buat orang lain toh… Tapi setidaknya, kalau memberi kritik dengan baik kan nggak malu-maluin toh…

Jangan sampai ada melintas di benak saya bahwa, oh si itu pikirannya jelek mulu karena memang mukanya jelek sih. Kan saya hanya memanggil makna yang sudah ada di benak saya…

Ah, Ruth Wijaya… sudahlah, mari kita tutup perngomelan hari ini.

4 responses to “Kritik Untumu!”

  1. baca ini, langsung otomatis pegang untu 😂😂
    ning tenan ya mbak, ada lhooo orang yang hobbynya ngritik sepanjang waktu. apapun yang aku lakuin salah. salah pokmen. wis ra urus. ngono 😆😆

    1. ahahaha… pegang untu!
      Nah itulah, mending kalau yang dikeluhkan itu nyambung ya.

  2. Untu itu apaan kak?
    Yaaa.. Makanya kritik disandingkan dengan saran (kritik & saran), biar yang kena kritik gak kzl 😆

    1. untu itu gigi…hahahaha…
      sebenernya, aku bukan kesel sama kritiknya…tapi orang yang komentar berasa kritik padahal gak jelas yang dikomentarin… hahaha…ribet ya? Gitu deeh…

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: