I have a dream, that you wear my lingerie – mine; and me, wearing your shirt. We make love and switch places. There is no more me as woman or you as man, we’re just fluid. We are souls without gender identity that love each other. – Vega & Ken, Paris 2007
Ini soal gaya berpakaian saja sih.
Sebenarnya, kenapa sih harus ada pemisahan baju perempuan, baju laki-laki? Pasti ini urusannya tukang jualan baju deh supaya laku aja dagangannya.
Kenapa calon orang tua selalu membeli perlengkapan pink ketikaUSG menyatakan calon bayinya berjenis kelamin perempuan dan biru ketika calon bayi berjenis kelamin laki-laki? Warna kan nggak ada jenis kelaminnya.
Emh… okay, kalau urusan baju, mungkin lebih ke urusan bentuk tubuh ya. Laki-laki dan perempuan punya anatomi tubuh yang berbeda, perempuan dengan lekuk-lekuk tubuh yang memang didesain untuk hamil, melahirkan dan menyusui, sehingga menyimpan lemak jauh lebih banyak daripada tubuh laki-laki yang tubuhnya lebih banyak otot dan lebih mudah dibentuk daripada perempuan (ngeselin ya) plus lurus-lurus aja… mana ada pinggang melekuk bagai bas betot? Maka diciptakanlah celana untuk laki-laki dan rok untuk perempuan. Padahal ya, perempuan lebih enak pakai celana sementara laki-laki harusnya pakai rok, menghindari penis terjepit resleting. Eh serius, dulu kakak sepupu saya mesti harus langsung sunat ketika kecepit resleting.
Lho ya, tapi kan sebenarnya nenek moyang kita juga pakai sarung dan jarit toh… laki-laki dan perempuan sama-sama memakai jarik atau sarung. Ketika pada akhirnya yang perempuan lebih mletet jariknya, supaya lekuk tubuhnya makin terlihat kali ya.
Oh… panjang lebar begini, sebenarnya karena otak saya sedang tersangkut pada gaya androgyny sih.
Ish…. Intinya sih, kalau mau bergaya gini, badan mesti lebih tipis dikiiiiiiit lagi. Beklah… mari kita tambah porsi sepedaan. Semangka kakaaaaak….
Leave a Reply