Tidak bisakah kita berhubungan hanya seperti itu saja, tanpa memikirkan ujungnya?
Masih berkaitan dengan hari ulang tahun, tercatat beberapa teman ngobrol saya, menanyakan hal yang kurang lebih sama.
Pertanyaan: “Jadi, gimana? Sama siapa?”
Saya: “Heh? Ya nggak sama siapa-siapa, ada sih naksir orang. Tapi, ya gitu, sehari naksir sehari nggak. Belum jelas.”
P: “Kalau udah jelas dan pacaran, udah langsung tanya aja mau kawin atau nggak, kalau nggak mau, langsung tinggalin aja, cari yang lain yang mau diajak kawin.”
Eh, gimana? Lho, ini naksir aja masih kadang-kadang lho…
Lalu percakapan berujung pada: jangan membuang-buang waktu pada hubungan yang tidak ada kejelasannya, dan kejelasan hubungan itu adalah perkawinan. Saya hanya tertawa dan cekikikan, saya bilang, baiklah akan saya pikirkan saran-saran itu.
Setelah beberapa hari, otak saya mencerna percakapan-percakapan itu dalam lamunan-lamunan yang panjang, saya hanya bisa menghela nafas, apakah saya sedang kehabisan waktu? Saya tak boleh membuang-buang waktu, harus sigap memutuskan, apakah hubungan yang akan saya jalani dapat berujung pada pernikahan atau tidak, jika ya mari kita jalani, jika tidak lupakan saja.
Lalu saya bertanya sendiri, tidak bisakah kita berhubungan hanya seperti itu saja, tanpa memikirkan ujungnya? Kemudian, pada saat itu juga jawabannya muncul, kalau memang nggak buat dikawinin, ya buat apa? Nyari apa lagi sih?!
Dua sejoli, diciptakan berpasang-pasangan, diberikan tugas oleh Sang Pencipta, untuk beranak pinak dan memenuhi bumi ini (tapi itu kan penduduk bumi belum 7,4 milliar; baru ada dua orang Adam dan Hawa) sehingga, setiap hubungan dua sejoli harus berujung pada itu, berkahwin. Untuk apa berlama-lama berada pada hubungan tanpa kepastian. Itu merugikan, terutama merugikan perempuan, yang punya batasan usia saat mengandung dan melahirkan. Jadi, perempuan harus menuntut perkawinan cepat-cepat karena kalau tidak akan kehabisan waktu.
*rehat sebentar*
*oles-oles krim anti-aging*
Padahal kan ya, tidak semua perempuan ingin hubungan berakhir pada perkawinan secepat-cepatnya. Tidak semua perempuan berani untuk bersepakat menikah dengan pasangannya. Tidak semua perempuan punya nyali untuk membawa kehidupan pada rahimnya . Dan pertanyaan, ‘nyari apa lagi sih?’ nggak selalu harus mendapat jawaban.
Namun, segala sesuatu harus ada ujungnya, seperti kehidupan ini berujung pada kematian; kematian adalah kesimpulan hidup dan perkawinan adalah kesimpulan pacaran; maka saran-saran seperti ‘cepat minta dikawinin kalau udah pacaran’ diterima dengan baik. Ingat, hidup ini singkat…kalau nggak buru-buru minta dikawinin, nanti keburu mati sendiri.
Ah, ya…baiklah. Kalau begitu kita tetapkan dulu, mau naksir siapa sekarang?
Leave a Reply