Tahukah kamu bagaimana jiwa-jiwa membocorkan rahasia hutan pada manusia? Mereka mengigau dalam tidurnya. Pengembara Mimpi, yang selalu mampir sesaat sebelum pagi, belum pernah mengatakan ini padaku. Mungkin, ia juga belum pernah mengungkapkannya padamu. Maka, aku berbaik hati menceritakannya sekarang.
Aku menahan nafas, dan qahwa telah dingin di cangkir yang kupegang, ”kelam sekali cerita tentang qahwa”
Lelaki Kayu Manis menatapku sayu, ”itu hanya awalnya, qahwa memberikan banyak penderitaan bagi manusia setelahnya”
”Lalu mengapa manusia masih menyukai qahwa?”
”Karena manusia menyukai penderitaan”
Aku menggeleng, ”tak bisa kupahami”
”Dalam dunia manusia, tak semua hal harus kau pahami…”
”Tetapi kami di hutan dapat memahami segala hal”
”Termasuk memahami, mengapa Pengembara Mimpi datang dan pergi sesuka hatinya? Menjelajah hutan dengan keleluasaan yang tak dimiliki oleh jiwa?”
”Kamu mengenal Pengembara Mimpi?”
Ia mengedikkan bahu, ”aku mendengar kamu mengigau dalam tidur, dan bercerita tentang Pengembara Mimpi”
Rupanya, begini rahasia diceritakan di dunia manusia. Jiwa-jiwa yang berbicara dalam tidur.
Mukaku terasa panas memerah, sebuah pengertian baru ditanamkan padaku, aku merasa malu, ”apa yang kau dengar tentang Pengembara Mimpi?”
”Tak banyak, hanya kau yang berulang kali bertanya, mengapa Pengembara Mimpi boleh datang sesuka hati, boleh mampir kapan saja ia mau”
Ah, aku mungkin merindukan hutan-hutan tempat kami berdiam dahulu, sebelum kami menyeberang ke dunia manusia.
”Ceritakan padaku tentang Pengembara Mimpi”
Aku menghela nafas, kuhirup udara kering dan berbau arang dengan selapis aroma asin laut di balik bukit. Kuhabiskan qahwa yang telah dingin di cangkirku.
Aku tak tahu dari mana asal Pengembara Mimpi. Ia telah ada di sana sejak Pohon pertama tumbuh. Ia bersama Sang Waktu ketika Ia memisahkan kegelapan dan membuat terang memberi makan pada pohon-pohon. Sejak aku pertama membuka mata, dan mendapatiku terikat pada benang merah di Pohon Cinta, aku langsung mengenali Pengembara Mimpi yang tersenyum bijak, bertengger dengan jiwa-jiwa lain di dahan tempat kami bergayut. Ia membawa cerita dari penjuru hutan, dan dari negeri-negeri yang ia kunjungi termasuk dunia manusia. Ia bisa datang dan pergi sesuka hatinya, sementara kami hanya bisa bernyanyi dan menari di sekeliling hutan. Jika ikatan kami pada pohon-pohon tempat kami hidup terlalu erat dan menyakitkan, kami berteriak memanggilnya, untuk merenggangkan sedikit ikatan kami. Terikat pada pohon kami sebenarnya tak begitu menyiksa, kami hanya perlu bernafas dengan benar supaya tali-tali kami tak saling berbelit dan pada akhirnya, kekasih jiwa akan saling menemukan. Kami memiliki seluruh hutan untuk kami jelajahi. Dalam satu helaan nafas, kami bisa meloncat dari selatan menuju ujung utara hutan, lalu pada detik berikutnya menyelam di kolam di tengah hutan. Segala sesuatu lebih ringan dan tanpa massa di hutan, namun seperti tak nyata karena kesakitan kami yang berdenyut bagai kesakitan milik jiwa lain, jiwa-jiwa sebelum kami. Kami merasakan sakit, tapi tak seperti sakit. Jika kau bisa memahami maksudku.
Hingga suatu hari, Pengembara Mimpi datang membawa cerita tentang dunia manusia, yang lebih tajam dan lebih solid dibandingkan hutan. Dan bercerita tentang jiwa-jiwa yang menyeberanginya.
Aku terpesona dan bersedia menukarkan apapun milikku di dalam hutan untuk memasuki dunia manusia. Menemukan kekasih jiwa yang mungkin ada di sana, merasakan udaranya yang berat, mendengar angin yang berhembus. Siapa tahu, aku juga akan bertemu bintang-bintang dalam perjalanan ini. Aku ingin menemukan apa yang tak pernah kutemui di hutan.
Lelaki Kayu Manis menatapku dengan bola matanya yang berbintik-bintik coklat tua, ”sudahkah kau temukan apa yang kau cari?”
Mungkin, aku mencari kamu.
Lalu kami berciuman saat senja bertemu dengan malam. Saat bulan bertukar tempat dengan Matahari di ujung langit.
bersambung
Leave a Reply