Adakah cara lain untuk berbahagia selain dengan terus hidup, berjalan maju, melupakan dan merelakan?
Beberapa hari yang lalu, saya share posting dari linimasa di FB, sekalian pake enswei-swei… ya gitu deh, terus ngalor ngidul dan berujung pada, tolong dong doain saya supaya bahagia dalam segala hal.
Oh… well…
Seperti biasa, setelah berhari-hari… dipikir terus… diulang-ulang terus… saya jadi mikir, lama-lama kok saya jadi terobsesi sama kebahagiaan. Terobsesi menjadi bahagia. Apakah bahagia itu? Seperti apa manusia yang bahagia itu? Apakah saya berbahagia? Atau pura-pura bahagia?
Lagi-lagi ternyata… saya nggak tau apa-apa. Semua kata-kata seperti hilang makna, nggak ada artinya karena terlalu berlebihan dalam penggunaannya.
Jika bahagia itu berwujud rasa syukur yang sederhana; seperti saat pagi hari menghirup udara segar dan sadar bahwa hari ini adalah hari baru, tambahan kesempatan untuk merengek pada Sang Hidup, nah… maka saya berbahagia.
Jika bahagia itu adalah kumpulan rasa senang, dari hal-hal sepele yang tiap detik saya alami, maka saya berbahagia.
Jika bahagia juga mengandung sedih, marah, kecewa juga khawatir; rasa yang membuktikan bahwa saya merasa dan hidup, maka saya berbahagia.
Saya telah berbahagia. Sedang berbahagia. Akan berbahagia. Selalu.
Semoga semua mahluk di muka bumi ini selalu berbahagia. Selamat berakhir pekan.
Leave a Reply