Ruth Wijaya

Aku sudah lupa bagaimana rasanya kasmaran.

Namun hari ini, ketika aku menunggu Ken, aku merasakannya lagi, getar yang menarik bibirku untuk tersenyum sekaligus merasa getir hanya dengan mengingat, bahwa aku akan bertemu Ken sebentar lagi.

Entah apa itu cinta, aku tak pernah mengatakan padanya bahwa aku mencintainya, dan ia pun juga tak pernah mengatakan bahwa ia mencintaiku.

Hanya sejak dulu, aku merasa tergetar, hanya dengan mengingat namanya. Bertemu dengannya otomatis membuatku berubah jadi clumsy. Kupikir itu cuma karena aku, yang waktu itu masih muda (baru saja keluar dari masa abg) tapi berpikir bahwa aku sudah jatuh cinta secara dewasa. Kini, setelah bertahun – tahun berlalu aku masih merasakannya hari ini, sebagai wanita dewasa, setidaknya aku sudah dua puluh enam tahun. Seolah-olah, tiada hal lain yang lebih membahagiakanku selain bertemu dengannya sebentar lagi. Konyol dan kekanak-kanakan sekali.

Vega, Été à Paris – The Patchwork

Petikan paling favorit dari The Patchwork. Aku sudah lupa bagaimana rasanya kasmaran. Hampir sepuluh tahun kemudian, saya mempertanyakan, saya lupa rasanya jatuh cinta atau saya belum pernah jatuh cinta sehingga tidak paham bagaimana jatuh cinta kelepek-kelepek itu.

Trus jadi nyengir sendiri. Lha yang kemarin itu apa? Trus menye-menye sama Manusia Laut bertahun-tahun itu apa? Entahlah.

Saya membayangkan, jatuh cinta itu kayak kesamber petir. Mak blarrr… hilang semua pikiran dan alasan, nggak ada lagi yang penting di dunia ini selain dirinya dan diriku. Nggak ada lagi gengsi-gengsian… pokoknya, yang paling penting kami. Kalau cuma sekedar keingetan melulu, resah gelisah melulu… mungkin penasaran aja. Mungkin lho ya…

Mungkin juga begini, bahwa jatuh cinta adalah kemungkinan. Bisa jadi.

Ah sudahlah, posting ngelantur ini hanya karena sedang hujan deras di luar sana. Mari kita pergi makan siang… yeuk…