Tersesat (5)

Waktu mulai berjalan. Langit abu-abu berubah menjadi hitam dengan taburan bintang-bintang sehingga tak membuatnya kelam.

“Aku menyukai malam, terlebih malam ini,” kata lelaki rempah-rempahku.

”Kenapa?”

”Aku selalu menyukai langit, dan langit malam tak pernah bisa ditebak, apakah berawan atau tidak. Langit malam penuh misteri”

”Kamu tak bisa mencari bintang jika langit berawan”

”Tidak selalu awan yang menutupi bintang. Terkadang, bintang-bintang memang tak ingin menampakkan dirinya”

”Mengapa?”

”Tahukah kamu kehidupan para bintang?”

Aku menggeleng, ”aku hanya mengenal pohon-pohon tempatku hidup, aku mengenal cendana, kayu manis, pala dan gaharu… sebab itu aku mengenali baumu”

Ia tertawa. Kusadari, setiap kali ia tertawa maka bau gaharu akan lebih kuat menyerangku, sementara ketika ia berkata-kata maka bau kayu manis akan mendominasi. Sementara tepat di urat nadi lehernya, di situlah paling kuat tercium bau cendana. Seperti tertarik pada bau yang memabukkan itu, aku tertarik lagi mendekat padanya, membelit lagi serupa ular pada dahan pohon kehidupan.

”Ceritakan padaku tentang kehidupan para bintang”

Ia menciumku dengan wangi daun tembakau segar, ”perlu semalaman untuk menceritakan kehidupan para bintang”

”Kita punya semalaman, aku tak punya tujuan lain malam ini selain bersamamu” bahkan, sepertinya aku rela mengubah semua tujuanku di dunia manusia untuk mengikutimu, lanjutku dalam hati.

Diam-diam, aku mengirimkan pesan pada Pohon-Pohon tempatku tinggal, kuucapkan salam perpisahan, kukatakan, mungkin aku akan mengikuti laki-laki rempah-rempah ini ke mana pun ia akan melangkah. Mungkin aku tak akan pernah kembali lagi pada kalian, lagipula Pengembara Mimpi sudah pernah mengingatkanku bahwa jalan pulang menuju hutan akan lebih sulit ditemukan ketika aku telah memutuskan untuk memasuki dunia manusia. Jadi, ya sudah… lebih baik aku tersesat bersama laki-laki rempah-rempah.

”Kamu hidup dengan pikiranmu,” laki-laki rempah-rempah menarikku kembali pada baunya, ”apa yang kamu pikirkan?”

”Pohon-pohon dan bintang-bintang”

Ia tertawa, bergemerincing seperti lonceng peri di hutan, “apa yang kamu pikirkan tentang bintang-bintang?”

”Aku melihat mereka dari pohon tempatku tinggal, berkelip-kelip jauh, aku berusaha untuk bercakap-cakap dengan mereka namun kami tak pernah bisa berkomunikasi. Aku ingin mengenal kehidupan mereka, tapi mereka terlalu jauh untuk dijangkau. Sekarang, aku bertemu kamu yang akan menceritakan tentang kehidupan para bintang, seandainya aku bisa membawamu kepada Pohon-Pohon. Ah, aku melantur…“

Ia makin terbahak, ”aku tak mengenal para bintang, leluhurku, nenek dari nenekku konon berasal dari negeri di mana bintang lahir dan bercahaya. Kami mendengar ceritanya turun temurun, tetapi aku tak mengenal para bintang“

”Kamu keturunan bintang? Ah, kamu lelaki dengan bau rempah-rempah pantas saja bercahaya seperti bintang“

”Apakah kamu mengenal kayu manis? Kamu berbicara serupa dia… bukan, aku bukan keturunan bintang. Tak semua yang berasal dari negeri para bintang terlahir seperti Matahari“

”Ceritakan padaku tentang para bintang, kita punya semalaman… bahkan sepanjang waktu hingga esok, lusa, tulat, tubin… selama yang kita perlukan”

Ia tersenyum, bau cendana menyerangku.

“Cerita tentang para bintang tak gratis, maukah kamu membayarnya dengan ciuman?”

”Dengan senang hati,” kataku, ”aku tak pernah mengenal soal bayar dan gratis, kami tak pernah harus membayar apapun di hutan, namun jika dunia manusia menginginkan ciuman sebagai pembayaran, dan kamu yang meminta… dengan senang hati”

Kami berciuman lagi, kurasakan bibirnya seperti madu dan adas. Ada manis juga getir.

bersambung

Tersesat (4)Tersesat (3)Tersesat (2)Tersesat (1)

9 responses to “Tersesat (5)”

  1. Aku juga suka menyukai langit…

    1. sulit menemukan yang tak menyukai langit 🙂

  2. elaaaabuseeeet udah sampe 5 aja lho die *intonasi ala mpok atik*
    semoga secepatnya nemu gps, biar ga terus2an tersesat. gitu 😀 😀

    1. lama-lama ceritanya jadi menarik, San… jadi aku terusin… hahahaha udah nggak ada kaitannya sih benernya… suer…

  3. […] Tersesat (5) – Tersesat (4) – Tersesat (3) – Tersesat (2) – Tersesat (1) […]

  4. […] (6) – Tersesat (5) – Tersesat (4) – Tersesat (3) – Tersesat (2) – Tersesat […]

  5. […] (7) – Tersesat (6) – Tersesat (5) – Tersesat (4) – Tersesat (3) – Tersesat (2) – Tersesat […]

  6. […] (8) – Tersesat (7) – Tersesat (6) – Tersesat (5) – Tersesat (4) – Tersesat (3) – Tersesat (2) – Tersesat […]

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: