Saya kehilangan kemampuan untuk bercerita. Lho, emangnya pernah punya kemampuan? Ya nggak juga, tapi setidaknya bisa bercerita lebih baik daripada saat ini sih… menurut saya lho…
Jadi, apa yang terjadi akhir-akhir ini? Banyak. Masih kisruh politik soal Kapolri, siapa calonnya, siapa yang mau diangkat dan apa tindakan Jokowi selanjutnya. Etapi, tentu saja saya tidak berminat membahas itu. Kurang paham dan nggak harus ikut ngomong kan ya.
Perjalanan Hidup
Minggu lalu saya ketemu teman dari kampung halaman, senang rasanya ketika kami bertemu lagi kami bisa bercerita tanpa beban mengenai hidup kami. Betapa kami sudah berjalan jauh sekali, kami menjadi orang yang berbeda dari kami dulu, tentu saja… waktu dan tempat menjadi alasan paling utama atas perubahan kami; baik secara penampilan maupun spiritual, tapi meskipun demikian, tidak ada yang berubah dari pertemanan kami. Ah, mungkin pertemanan kami juga berubah, tapi tidak menjadi lebih buruk.
Dari pertemuan itu, saya jadi merenung dan makin menyadari perubahan saya. Pemikiran dan perenungan itu belum bisa saya jabarkan satu-satu… masih jadi benang kusut di kepala saya. Kesimpulannya aja deh ya… jadi intinya mah, saya nggak punya alasan untuk tidak bersyukur.
Hidup Bahagia
Lagi-lagi soal kebahagiaan. Penting banget ya? Penting sih kayaknya. Konon, semua manusia di dunia ini kan ada tujuannya ya… ada fungsinya. Sampai sekarang, saya belum tahu, apa fungsi saya sebagai manusia. Sungguh. Tujuan hidup saya juga nggak jelas. Nggak ada ambisi di dunia karir, cari duit ya cuma gitu aja asal cukup kalau mau ngapa-ngapain, belum kepengen beli planet gitu. Oh, ambisi saya beberapa bulan kemarin sih pengen kurus, sampai sekarang juga gitu… dan kayaknya udah mulai tercapai deh… jadi bukan ambisi lagi dong…
Gini lho, ada orang yang hidup menjadi inspirasi bagi manusia lain, menjadi pemimpin, menjadi motivator… bahkan, ayam, sapi, dan babi hidup punya tujuan, yaitu menjadi makanan manusia… Saya? Belum tahu. Menjadi bahagia, sepertinya tujuan hidup yang masuk akal. Lalu, harus bagaimana supaya bahagia? Nggak tau. Saya pikir, saya cukup bahagia sekarang. Tentu saya sering berpikir soal mati, kematian… saya ingin ketika saatnya menghadap Sang Pencipta nanti, saya bisa menghembuskan nafas terakhir dengan bahagia. Maut menjemputku, kami bertemu lagi seperti dua orang sahabat lama, dan dengan sukacita kuikuti dia ke gerbang kematian untuk bertemu Sang Waktu.
Hmm… kesimpulannya sih, bersyukur adalah salah satu cara untuk berbahagia.
Mengalir Mengikuti Arus
Tadi pagi, saya ngopi-ngopi cantik bersama teman-teman saya, salah satu teman saya bilang, “yang bikin orang stress itu kebanyakan karena selalu harus nyambung.” Tentu saja kami terbahak, tapi kami setuju bahwa nggak semuanya harus nyambung dan plek ketiplek nurutin pakem. Non procedural sekali-kali deh… jika hidup tidak berjalan sesuai dengan rencana A, ya ikutin arus jalankan rencana B atau mungkin malah jadi terbawa arus rencana C? Jika melawan terlalu melelahkan, ya berhenti melawan. Poko’e selow deh… jangan kemrungsung. Pasrah, bahwa hidup punya arusnya sendiri, mungkin bukan arus yang kita buat, tapi kita punya pilihan untuk mengikuti arus tersebut dan melakukan yang terbaik atau melawannya seumur hidup dan nggak ke mana-mana karena kita berenang di tempat. Ih, saya ngomong apa sih?!
Kesimpulannya, bahagia bisa bikin kita pasrah.
Ya ampun, nggak nyambung amat posting saya ini ya?
Nggak pa-pa deh… nggak semua hal di dunia ini harus nyambung baru kita bisa bahagia, toh?
Toh.
Leave a Reply