Waktu masih kecil, saya meyakini bahwa di dunia ini ada tiga golongan perempuan yang dilahirkan di dunia ini yang bisa sukses. Yang pertama, cantik dan pintar. Kedua, cantik tidak pintar. Ketiga, pintar tapi tidak cantik. Cantik dan pintar, adalah jaminan surga dunia. Cantik tidak pintar, seperti bintang film, teteup bisa cari duit. Pintar tapi tidak cantik, yang penting bisa cari duit jadi tetap bisa hidup. Golongan ke-empat, yang tidak cantik dan tidak pintar… entahlah, hanya kasih karunia Tuhan saja yang membuat mereka tetap hidup.
Nah, bahkan di umur ingusan itu, saya sadar bahwa saya ini nggak cantik tapi saya bisa mengusahakan untuk pintar; saya sangat terobsesi untuk jadi orang pintar. Baik pintar yang diakui oleh dunia atau berasa pinter sendiri aja. Apapun saya lakukan untuk menjadi pintar. Menelan semua makanan yang saya nggak suka karena saya takut bodoh kalau saya kekurangan gizi. Minum obat dengan rajin saat sakit, karena nggak mau penyakit memakan otak saya. Kalau saya pintar, saya kan nggak perlu susah payah belajar atau apalah… otak saya akan bekerja dengan sendirinya, saya tidak akan kelaparan seumur hidup saya.
Tentu pemikiran bodoh saya ketika masih piyik itu pun mesti direvisi ketika saya beranjak dewasa. Bahwa ternyata cantik yang saya kenal saat kecil itu tidak selalu cantik. Perempuan bisa mengusahakan cantik juga, bukan semata-mata lahir jebrot cantik. Jadi cantik dan pintar itu bisa diusahakan semua.
Namun ternyata, pengertian cantik tak selalu pintar itu memang sudah cetakan dari dunia. Dunia selalu mempertanyakan kepintaran orang cantik. Salah satu teman saya cerita, dulu di kantor dia ada dua orang manager perempuan yang sama-sama pintar dan berprestasi, yang satu cantik dandan sementara yang satu kurang bisa berdandan. Kualitas mereka berdua sebenarnya sama, namun semua orang di kantor selalu menganggap yang kurang bisa berdandan lebih pintar dan si cantik dandan bisa berhasil karena dia cantik. Nggak adil kan ya…
Ternyata hal ini berlaku juga untuk laki-laki. Ganteng, keren, body pemain bola dengan perut kotak-kotak, pintar, kerjaan bagus… ah pasti playboy. Setiap kali dia mendekati perempuan, yang didekati senang dapet mainan ganteng tapi waspada dan tidak menganggap serius si ganteng… karena stigma-nya sudah playboy. Ih, situ kan bukan Mas Boy yang soleh, jadi emang nggak boleh kita main percaya aja.
Setiap kali si ganteng bertingkah, perempuan memaklumi karena… ya udahlah lo kan ganteng, badan keren lagi… gak pa-pa deh, tapi si perempuan sangat siap meninggalkan si ganteng gitu ada orang yang mungkin gak terlalu ganteng tapi lebih bisa dipercaya nampaknya. Si ganteng keren never taken seriously by anybody, selalu cuma jadi pajangan. Padahal, urusan jadi playboy…nggak hanya monopoli si ganteng yang keren ituh, yang biasa-biasa aja bisa jadi malah lebih parah. Bisa jadi juga, si ganteng yang keren itu sebenernya malah kasian banget anaknya… kesepian dan memerlukan orang menganggap dia serius bukan hanya sebatas ganteng dan keren.
Oh yang ganteng, keren, baik hati dan bisa dipercaya itu cuma Keanu Reeves…. Maaaaassss…. *ngegelendot*
Kesimpulannya sih… ya dunia ini memang tak adil. Tak adil pada mahluk Tuhan yang indah maupun yang kurang indah. Ah.
Leave a Reply