Jogja Yang Selalu Hangat

*nyalain lagu Yogyakarta – KLA Project buat soundtrack*

Beneran ya, Jogja itu romantis dan selalu hangat… ya meskipun saya belum pernah punya kisah menye-menye pacaran di Jogja atau pacaran sama orang Jogja atau sekolah di kota itu, kunjungan saya ke Jogja pun nggak sering-sering banget tapi rasanya hati saya selalu dibelai rindu setiap kali mendengar kata β€˜Jogja’ atau β€˜Yogyakarta’. Saya selalu ingin kembali ke kota itu.

Tapi, kalau diingat-ingat… Kota inilah di mana saya pertama kalinya memberanikan diri untuk berpetualang makan. Itu pertama kalinya saya ke Jogja, waktu masih SMP kelas 2. Kami berombongan darmawisata dari sekolah, ada 5 atau 6 bis. Saya lupa kami mengunjungi obyek wisata mana saja, tapi saya ingat, itulah pertama kalinya saya makan gudeg di Jogja *penting*.

Bis kami tiba menjelang pagi, dan diparkir di alun-alun. Saat beberapa teman sibuk mencari tempat mandi, saya berjalan-jalan di sekitar alun-alun dan entah bagaimana, saya akhirnya malah ikutan antri membeli gudeg bersama orang-orang yang sepertinya penduduk lokal. Tidak ada satupun teman dari SMP atau guru yang saya lihat mengantri di situ. Dengan rasa lapar yang semakin menjadi, saya menerima sepiring gudeg ayam seharga 750 rupiah itu dengan sukacita. Nikmat? Saya lupa, namun saya ingat rasa yang tertinggal hingga kini, yaitu sukacita karena saya mencicipi gudeg di tempat asalnya, dan saat itu saya langsung mendapat pencerahan bahwa, makanan Jogja tak semua manis… karena ayam opornya gurih dan kreceknya pedas. Selesai makan, saya segera kembali ke parkiran bis; bergegas seperti manusia gua yang pertama kali menemukan makanan; Β saya memberitahu kawan yang lain soal warung kaki lima yang membikin hati senang dan perut kenyang itu. Beberapa teman tergoda, dan saya mengantarkan mereka lagi ke warung itu dengan bangga. Dan memori saya soal darmawisata SMP, hanya diisi oleh sepotong ingatan soal sarapan gudeg di Jogja untuk pertama kalinya.

Mediteranian Resto – Jogja

Di lain waktu, saya dan si Mamah berpetualang selama seminggu penuh di Jogja. Awalnya sih berasa agak repot soal penginapan karena ada berbagai variasi penginapan, mulai dari losmen, hotel berbintang sampai hotel yang sewa kamarnya murah di Jogja. Tapi kemudian, dengan semangat berpetualang yang tinggi, akhirnya kami memutuskan untuk menginap di losmen semacam losmen Pak Broto gitu karena lebih dekat dengan beberapa tempat yang ingin kami tuju.

Lalu dengan menggunakan angkutan umum, kami berpiknik ke Borobudur dan Prambanan. Saat di Borobudur, tak ketinggalan kami naik becak ke Kalasan. Sementara dalam perjalanan ke Prambanan, kami berada dalam mobil Elf barengan sama kambing… hahahaha…. Mengunjungi Keraton seharian penuh, sampai diusir dengan halus oleh Abdi Dalem karena Keraton sudah mau tutup. Kami berjalan tanpa rencana, tanpa jadwal. Suasana Jogja yang santai, juga hangat dan bersahabat sangat mendukung gaya liburan kami yang kere dan sok berpetualang itu. Tersesat juga tak jadi masalah, karena setiap kesasar, kami selalu menemukan warung makananan yang untungnya kok banyak enaknya daripada nggaknya. Suatu ketika, kami kesasar entah di mana, hujan turun dengan sangat deras… saya dan si Mamah cekikikan di emperan toko, kemudian seperti mendapat berkah, kami melihat tak jauh dari situ ada depot masakan Cina. Dengan senang hati, kami melipir ke sana dan memesan masing-masing sepiring mie godhog. Lain waktu, kami tersesat di gang-gang entah di mana di sekitar Malioboro, lalu kami menemukan tukang gorengan lumpia, yang secara mengejutkan, lumpianya sangat representatif; rebungnya nggak bau pesing dan gurih.

EPIC – Coffee Shop

Terakhir ke Jogja sih beberapa bulan yang lalu. Saya mengunjungi seorang kawan. Kali ini, saya melihat Jogja yang mulai banyak warung-warung kece… Jogja yang nggak melulu soal masa lalu, tapi menunjukkan sisi moderen namun tetap unik, karena ya… Jogja…

Emang sih, kalau lihat di Instagram atau sosial media lainnya, banyak tempat baru di Jogja yang moderen dan hits banget… Jadi pengen balik lagi nggak sih? Belum lagi kalau baca berita-berita, konon ada banyak situs candi baru yang ditemukan di daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Secara ya, saya ini liat candi aja senengnya minta ampun. Padahal cuma liat ukiran batu gitu doang ya…

Gerbang Candi Ratu Boko waktu senja

Duuuh kan…. jadi makin pengen buru-buru libur dan berpetualang lagi di Jogja, yang jadi obsesi saya dalam waktu dekat adalah… kudu sepedaan di Jogja menuju ke candi apa gituuuu! Yeuuuk meriiii πŸ˜€

10 responses to “Jogja Yang Selalu Hangat”

  1. kece banget ya coffee shopnya

    1. iya… udah gitu di Jogja bawaannya kan santaiiiii…. betah banget di warung ini….

  2. sini pernah pacaran sm anak kuliahan jogja mbaaak.. gantian ngapel. kalo aku ke jogja dijemput di lempuyangan. kalo dia ke solo dijemput di balapan. hihihi.. masa mudaaa oh masa mudaaaa(h) .trus mendadak kangen jogja gitu. tapi enggak kangen mantan kok πŸ˜€ πŸ˜€

    1. eeeaaa… mantannya okeh tenan arek iki tibane… πŸ˜† eh, kamu udah nggak sibuk abis tahun baru ya?

      1. yaampuuun cuman 3 bijik doang mbak, 3 bijik dong.. hahahha..
        abis minggu ke 2 januari udah selooooo mbak.. yuk halan2 kita πŸ˜€

        1. perayaan ulang tahun bersama? πŸ˜€

          1. boleh boleeeeh.. hihihi, wis pokoknya berkabar yaah πŸ˜€ πŸ˜€

  3. Beneran tjep, gw padahal gak sering-sering amat ke Jogja tapi selalu kangen kalo denger orang nyebut nama kota itu. Mungkin karena cita-cita pacaran sama Duta SO7 dulu gak kesampean πŸ˜€

    1. AHAHAHAHAHAHAAH!!!! Duta SO7 bok! yaolo…kita seangkatan bener ini berarti… hahahaha podo tuwek’e

  4. […] umur kali ini, saya lewatkan di Jogja. Kota yang selalu memberi rasa hangat dan membuat senyum […]

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: