Saya mempercayai ungkapan, ‘waktu yang akan menjawab semuanya’. Luar biasa memang kepercayaan saya terhadap waktu. Memanglah, si waktu ini adalah harapan terbesar saya di antara semua hal yang agak susah untuk diandalkan di dunia ini.
Coba, gimana kita bisa menaruh harapan pada cinta? Susah cyiiin… nggak ada ukurannya. Nggak ada kepastian. Apalagi menaruh harapan pada manusia. Bubrah… mahluk yang paling mudah berkhianat… bahkan pada dirinya sendiri pun si manusia ini mengingkari janjinya.
Ndak ada lah yang pasti selain waktu, yang terukur dengan baik sampai ke satuan terkecilnya. Sepersekian detik pun bisa dihitung, dan ada alatnya pun.
Hanya waktu yang dapat diharapkan dengan pasti. Seperti esok pasti akan tiba. Minggu depan akan dilalui, bulan depan akan sampai juga di pelukan.
Saya menaruh harapan terbesar saya pada waktu. Waktu yang akan menjawab semua pertanyaan saya. Mengenai hidup, mengenai cinta, mengenai kebahagiaan… pada suatu ketika, semuanya itu akan terjawab. Saya juga berharap, waktu yang akan menjadi alat ukur ketika saya bertemu dengan cinta. Seperti, waktu yang akan memberi pupuk agar pohon cinta bertumbuh. Semacam itulah. Segala-galanya, tergantung pada waktu.
Tetapi jika kemudian, satu-satunya harapan terbesar, yang punya ukuran pasti itu kemudian mengkhianati saya dengan ketidakpastian… saya jadi mempertanyakan lagi semua hal yang selama ini sudah saya percayai.
Agak membingungkan. Saya memang sedang bingung. Sedang mengatur tanya yang berseliweran dengan tidak pasti di kepala saya.
Sekarang, saya ingin mempertanyakan ukuran waktu. Hitungan waktu. Saya pernah membaca, bahwa waktu digambarkan seperti lingkaran, itu adalah hasil pemikiran bahwa waktu tak lebih dari rutinitas manusia yang berulang. Momen yang sama akan terulang.
Tetapi bukankah manusia tidak bisa lepas dari rasa?! Momen ditambah dengan rasa, tidak akan pernah sama meskipun kegiatan yang sama diulang dalam lingkaran rutinitas.
Waktu, adalah linear, seperti tali yang terbakar tepat di belakang langkah kaki manusia setiap detiknya. Rutinitas berputar dalam lingkaran menggelinding di tali waktu.
Waktu mengkhianati saya, dengan tiba-tiba mempertemukan saya pada goncangan terbesar dalam hidup saya selama sepuluh tahun terakhir ini. Sungguh membuat saya bertanya-tanya, bukankah seharusnya ada ukuran pasti untuk hal-hal semacam itu? Pertemuan singkat yang hanya dalam hitungan hari, membuat saya terseret ke dalam masa lalu yang sangat panjang. Memporak-porandakan semua hitungan waktu, membuatnya mengkhianati saya dengan ketidakpastian.
Baiklah, sepertinya saya haru kembali pada motto, satu-satunya hal yang pasti adalah ketidakpastian. Tulat, tubir, lusa, esok… hanya kata yang memicu makna waktu, tapi tetap tak punya ukuran pasti.
Posting acakkadut ini untuk kamu yang menemani saya meracau berjam-jam hingga pagi, mendengarkan dengan sabar juga tertawa bersama saya; menertawakan kegilaan yang tiba-tiba ini. Kita punya semua waktu yang ada di dunia ini untuk mencari jawaban, meskipun ia mengkhianati kita, tapi tetap saja…cuma ia yang bisa kita harapkan.
Leave a Reply