Jika bisa memilih, aku akan memilih bertemu denganmu dalam cahaya, di bawah sinar Matahari yang hangat dengan bau segar sisa-sisa embun pagi yang masih melekat di dedaunan. Matahari yang menghangatkan kulit, membuat aliran darahmu lebih lancar di dalam otak dan membuatmu dapat berpikir dengan jernih.
Tetapi, aku telah lama hidup dalam bayang-bayang… menari dalam gelap, juga jatuh cinta pada gelap yang dingin. Aku telah terbiasa pada dingin yang membekukan darah. Tak kuperlukan sinar Matahari lagi. Jadi saat aku bertemu denganmu dalam gelap, ini menjadi pertemuan yang menyilaukan bagi mereka yang telah lupa terangnya cahaya. Termasuk aku.
Darah yang telah beku tetap saja mengalirkan hormon, reaksi cahaya di otak tetap saja terjadi, dan kupikir… aku tak bisa jatuh cinta dalam gelap kecuali pada gelap itu sendiri. Bertemu denganmu dalam gelap, membuatku tak bisa melihat apa yang akan terjadi berikutnya. Aku hanya bisa meraba dan membaui, mengendus bahaya yang mungkin saja datang bersama dirimu.
Jika kita bertemu dalam terang, pasti aku akan bisa melihat bahaya yang datang bersamamu, mengintai di balik punggungmu… memikat kegelapan dengan madu manis yang baru saja dipanen siang harinya.
Aku seharusnya bisa membaui bahaya, aku telah hafal berbagai bau madu; yang dipanen pagi hari… siang hari atau madu yang telah hampir kadaluwarsa.
Jika bisa memilih, aku akan memilih untuk tidak bertemu denganmu dalam gelap.
Leave a Reply