Pernahkah kamu jatuh cinta pada bayang-bayang? Tiba-tiba saja ia mengirimiku pesan pendek seperti itu. Mungkin dia sedang jatuh cinta, mungkin. Pada siapa? Atau dia masih merindukan masa lalunya?
Aku jatuh cinta pada Matahari, hangat pada jarak ini namun tak berani kudekati ia. Begitu jawabku.
Ia tak menjawabku lagi. Sepertinya, bayang-bayang sudah lewat dari pikirannya. Namun beberapa hari kemudian ia mengirimiku pesan lagi, katanya, “bayang-bayang yang mengikutimu ke mana pun kamu pergi”
Kujawab, gelap memanjangkan bayang-bayang, cobalah jatuh cinta pada Matahari. Saat ia terik, bayang-bayang tak mengikutimu.
Tapi Matahari akan membakarmu, jika kau peluk.
Tapi bayang-bayang mengganggumu, mengikutimu.
Tapi Matahari meninggalkanmu saat malam, bayang-bayang kembali padamu.
Matahari tetap ada, memantulkan sinarnya lewat Bulan.
Berarti ada pengganti, dong… mana boleh kamu jatuh cinta pada Matahari dan saat ia meninggalkanmu lalu ada Bulan yang bisa kamu pandang-pandang.
Aku tertawa, lalu kujawab ia, aku hanya mencari kata-kata yang sepadan dengan kepuitisanmu. Aku tetap jatuh cinta pada Matahari, seribu Bulan pun tak bisa mengganti satu Matahari.
Tapi tetap saja tak bisa kau peluk.
Bisakah kau memeluk bayang-bayang?
Ia kemudian diam. Lama. Bertukar pesan dengannya selalu seperti ini. Tidak ada kata pamit seperti, aku tidur dulu nanti akan kusambung lagi atau yang semacamnya. Tiba-tiba dia datang dan tiba-tiba dia menghilang. Ia selalu ada, dan membuat hangat di hati.
Benar saja, setelah menghilang berhari-hari, ia muncul lagi dengan pertanyaan. Kenapa kamu jatuh cinta pada Matahari?
Karena ia membuatku hangat. Lalu kamu, kenapa kamu jatuh cinta pada bayang-bayang?
Karena selain aku, akan selalu ada bayang-bayang selama ada sedikit cahaya. Bahkan dalam gelap yang pekat, aku tahu bayang-bayang selalu mengikutiku.
Bukan karena bayang-bayang dan kamu melakukan hal yang sama?
Itu juga. Apakah bayang-bayang punya rasa?
Apakah Matahari punya rasa?
Matahari bisa dirasa, katamu… ia hangat. Bagaimana dengan bayang-bayang?
Kali ini aku yang diam lama. Dia tak mencariku lagi sampai beberapa hari kemudian, ia mengirimkan pesan. Mungkin saatnya bayang-bayang melebur dengan Matahari.
Aku tersenyum, kamu tahu?
Aku bukan anak kemarin sore. Kamu tahu?
Aku anak malam, selalu hidup sebagai bayang-bayang. Kamu tahu?
Ya, kamu selalu mengatakan aku hangat. Tapi kenapa kamu mendiamkanku? Tak mau mendekat?
Karena kamu Matahari.
Mari kita melebur bayang-bayang dalam Matahari.
Pohon Cinta
Leave a Reply