“Cinta adalah kebiasaan” Pengembara Mimpi mengejutkanku, tiba-tiba saja ia datang ketika aku sudah tak mengharapkan kedatangannya. Sudah lama aku berusaha menekan keingintahuanku akan Pohon-Pohon.
Cinta adalah kebiasaan, ulangnya sekali lagi, sebab Pohon Cinta dirawat oleh rutinitas kalian, para kekasih yang tak memiliki kesabaran. Yang selalu tergesa-gesa seolah Waktu tak mau menanti kalian.
“Waktu memang tak pernah memberi kami cukup waktu, siang berkejaran dengan malam, sesaat aku berada pagi dan tiba-tiba saja aku berdiri di ujung senja, menanti rindu yang bergemerisik ditiup angin malam”
Dan bagaimana rutinitas kami merawat Pohon Cinta? Tanyaku pada Sang Pengembara Mimpi; dan katamu… kami sepasang kekasih telah terikat pada Pohon Cinta sejak masa sebelum Pohon-Pohon
Ya, kalian telah terikat, kalian telah bertaut. Dan kalian punya pilihan untuk merawatnya atau memutuskan ikatannya. Rutinitas kalian, seperti saat kalian mengasah pisau, akan menajamkannya jika terus-menerus digosok dan akan tumpul jika kalian membiarkannya.
Merindukannya, seperti merawat harapan. Memupuk kenangan agar cinta tetap hidup, tetap terikat.
“Jadi, aku tetap harus merindukannya? Kekasihku itu?”
“Keputusanmu. Cinta adalah kebiasaan… cinta tidak datang begitu saja. Dalam bahasa yang lebih tua daripada bahasa bangsamu, jatuh cinta disebut pyar ho gaya, yang diartikan, cinta akan terwujud”
Kalian telah terikat tetapi kalian bisa memutuskannya jika tak mewujudkan cinta.
“Kurasa, aku memahami kata-katamu yang berbelit-belit”
Pengembara Mimpi tertawa, “kalau begitu aku akan meninggalkanmu di sini… untuk saat ini”
“Tapi kau belum bercerita soal Pohon-Pohon”
“Akan tiba masanya, sampai jumpa”
Lalu ia pergi begitu saja, dengan tiba-tiba seperti kedatangannya. Kurasa, aku mulai terbiasa menunggu Sang Pengembara Mimpi.
Leave a Reply