Meskipun keluarga saya sudah jarang menanyakan kapan saya kawin, tapi rasanya mereka tidak rela membiarkan hidup saya tenang tanpa gangguan pertanyaan soal kawin. Kali ini, temanya adalah perjodohan. Sebenarnya sejak beberapa tahun yang lalu, keluarga besar sibuk mencarikan calon suami buat saya. Saya sih mau-mau saja dijodohin, seterahlah. Kita kan nggak tau nih, jodoh datangnya dari mana. Siapa tau yang dikenal-kenalin itulah yang menjadi jodoh kita. Bebaslah⦠saya nggak terganggu apalagi tersinggung dengan acara perjodohan ini. Yang penting jangan sampai merepotkan saya deh. Kalau ada yang mau kenalan, ya suruh dia yang nyamperin dong, jangan saya yang repot nyamperin. Males bener.
Rupanya, saya ini banyak ditawar-tawarkan oleh keluarga besar saya di kampung sana. Kasian ya saya π agak nyebelin emang, tapi menurut saya ini juga menggelikan sekali. Jadi saya biarkan sajalah. Kemarin salah satu Om saya bertanya, apa kriteria pria idaman saya? Dan dengan spontan saya menjawab, nggak tau. Lalu sepertinya, Om saya itu malah ngambek karena tidak lagi menjawab wa saya π
Sejujurnya, saya memang nggak tau pria idaman saya itu seperti apa.
Tidak kasar, tidak suka mukul. Itu kan standar semua orang.
Mapan atau mau bekerja keras. Ya standar juga.
Baik. Standar banget.
Saya ingat-ingat, rupanya sejak dulu saya juga nggak pernah punya kriteria pria idaman. Kecengan saya di masa lalu sampai masa sekarang pun random semua. Biasanya yang bertahan sampai beberapa kali kencan sih ya yang pintarlah ya… ya itu pun standar juga. Ada gitu, orang yang mau berpasangan sama orang yang (menurutnya) bodoh?! Nggak ada lah.
Kalau pun dipaksa untuk menjawab pertanyaan, apa kriteria pria idaman? Saya cuma bisa bilang, ya yang cocok aja deh. Soal cocok ini, kan memang mesti kenalan dulu, bercakap-cakap dulu…berinteraksi dulu. Teorinya kan begitu. Teori yang standar juga kan.
Jadi, saya betul-betul nggak punya kriteria pria idaman. Semuanya standar aja.
Dengan kriteria yang standar itu aja, rata-rata semua keluarga yang sudah menawar-nawarkan saya bagai barang dagangan ini, pada bilang kalau misinya gagal gara-gara saya terlalu tinggi dalam menentukan kriteria pendamping hidup. Ujung-ujungnya, malah saya yang akhirnya menghibur mereka semua dengan bilang, ya sudahlah… nggak pa-pa nggak sukses, kalian cari lagi aja calonnya… belum jodoh yang itu… Kocak banget emang, harusnya saya kan yang dihibur… sudah ditawar-tawarkan tapi tetap saja nggak laku, harusnya saya lho yang dipuk-puk π
Dan sebagai orang yang menganut prinsip, siap payung sebelum hujan *halah* saya sekarang sudah harus menyiapkan jawaban paling pas untuk kriteria pria idaman ini, sebab sepertinya beberapa waktu ke depan saya akan banyak dibanjiri lagi oleh tawaran mau nggak dijodohin dan ditanya kriteria pria idaman. Hmm, sebaiknya saya mesti menjawab apa ya?
Leave a Reply