Yaahowu Nias

Akhir Oktober kemarin, saya mendapat kesempatan untuk mengunjungi Nias bersama Wafer Tango. Agenda utamanya adalah menengok program Tango Peduli gizi yang sudah dijalankan selama 3 tahun terakhir ini di sana, dan mengirimkan mainan / buku / pakaian yang dikirimkan oleh teman-teman semua di  program #HandInHand.

Tentu saja saya bersemangat pergi ke Nias, selain karena pengen liat Nias seperti apa, saya juga pengen melihat program Tango peduli gizi ini. Sejak saya dengar pertama kali mengenai program ini, rasanya hati saya kesedot-sedot gitu, tsaaah bangetlah… Beneran deh, rasanya kok miris banget, tinggal di daerah yang subur, tapi kok ya kekurangan gizi.

Tibalah harinya ketika akhirnya kami berangkat ke Nias. Tiba di sana, pertama kali langsung menuju kantor Yayasan OBI. Di situ, Mbak Yuna Kristina dari grup OT, share mengenai apa yang telah dilakukan oleh Tango peduli gizi dengan program desa adopsi.

Singkatnya, Tango bersama Yayasan OBI mendampingi satu desa untuk meningkatkan kesehjateraan desa tersebut sehingga kehidupan mereka makin sejahtera dan bisa memberi gizi baik untuk anak-anak. Dalam program desa adopsi ini, diberikan bantuan modal untuk orang tua berusaha, dan untuk anak-anak ada program pemberian makanan tambahan (PMT) untuk perbaikan gizi. Dulu, untuk anak yang kurang gizinya buruk banget, akan dirawat inap di Balai Pemulihan Gizi. Meskipun gratis tis dan dirawat dengan baik, tidak semua keluarga mau anaknya dirawat inap, karena rawat inap itu harus ditemani anggota keluarga, ibu atau bapaknya. Tujuannya adalah, ketika sudah pulang ke rumah, maka orang tua bisa meneruskan program dari Balai Pemulihan Gizi, jadi ngasih makannya bener gitu. Karena nggak semua keluarga mau seperti itu, akhirnya sekarang untuk perawatan gizi hanya dilakukan dengan mengunjungi dan memonitor si anak secara berkala.

anak-anak yang tinggal di dekat rumah Brian

Setelah briefing singkat itu, kami juga langsung mengunjungi salah satu keluarga, yaitu keluarga Brian. Nah, Brian ini dulu penderita gizi buruk dengan bawaan penyakit TB. Duuh dalam hati saya udah deg-deg plas… nanti klo menyedihkan banget gimana? Campur aduk deh rasanya. Eh pas nyampe di rumah Brian, kami disambut sama Brian yang sudah sehat, lincah dan ceria. Hilang sudah deg-deg plas saya 😆

Seneng banget, liat Brian sudah lari-lari sehat dan lincah.

Lalu tibalah saatnya ketika kami memberikan mainan titipan teman-teman dari program #HandInHand. Bocah-bocah langsung berdatangan dan heboh dong. Nama pun anak kecil liat mainan ya.

adik duluan

Ada satu kakak beradik yang menarik perhatian saya, sejak pertama dia tergopoh-gopoh menggendong adiknya, datang ke rumah Brian yang dikunjungi oleh rombongan kami. Kemudian saat kami membagikan mainan, matanya langsung berbinar-binar. Dia memilihkan mainan untuk adiknya dulu, baru memilih untuk dirinya sendiri, kemudian mendekapnya dengan erat. Cara dia menggendong adiknya dan mendekap mainannya bikin terharu dah… mana cantik pula anak ini.

cantik ya…
terimakasih mainannya…

Dari rumah Brian, kami ke rumah Krisman, yang dulu juga penderita gizi buruk. Keluarga Krisman ini adalah termasuk keluarga yang berhasil dibina. Dahulu mereka tinggal di rumah kecil, kemudian sekarang sudah tinggal di rumah yang lebih besar dan berdagang.

rumah lama keluarga Krisman
rumah yang baru dan warungnya

Hari pertama, kami tutup dengan makan malam di pinggir pantai dan pesta durian dong!

Kunjungan keesokan paginya adalah ke Pos Kesehatan Desa. Beberapa bulan yang lalu, waktu tim Tango ke situ, jalanannya masih belum diaspal dan berbatu-batu, jadi mesti dilanjutkan dengan jalan kaki naik turun bukit macam ninja Hatori. Sekarang jalanannya sudah rapi dan mulus meskipun sempit. Tinggal duduk manis langsung nyampe di depan gang masuk ke pos.

Inilah saatnya saya mulai resah *halah* jadi, ketemu nih ibu-ibu yang memeriksakan kesehatan anaknya. Tanya-tanya, ternyata ibu-ibu ini masih anak-anak juga bok. Ada yang berusia baru 22 tahun, anaknya sudah 3, yang paling besar sudah berusia 5 tahun. Ya ampun… cepet-cepet amat sih kawin? Anaknya kontet-kontet semua pulak… Ih sedih dah.

Mengenai Pos Kesehatan Desa ini, dulunya si poskes ini terlantar dan gak aktif. Kemudian tim Tango OBI, memperbaiki poskes dan mengirim tenaga medis dan mendampingi terus sampai poeskes ini aktif, sekarang sih pengelolaannya sudah dari pemda. Ini juga termasuk dalam salah satu program untuk meningkatkan kesehatan anak-anak.

Salah satu anak yang sedang imunisasi di Pos Kesehatan, dia suka mengulum koin, kalau disapa nangis. Trus dipukpuk sama mamanya diem, trus saya godain lagi trus nangis lagi 😆 pake baju angry birds pun…hahaha
menunggu giliran imunisasi, ndloso dulu aaah 😀
anak ini nurut deh, disuruh foto mendongak mau

Selepas dari Pos Kesehatan Desa, kami menuju rumah kepala desa Banua Gea. Di sana sudah menunggu anak-anak yang masuk dalam program PMT.

Begitu sampai, saya seneng banget. Anak-anaknya lincah-lincah dan cerdas. Mereka dapat berkomunikasi dengan baik dan nggak takut sama orang baru. Manis-manis, mau main dan menyapa. Ya menurut logika saya, ya gizinya sudah bagus jadi otaknya dapat makanan trus mereka jadi pada pinter deh… hahahaha

Acara diisi dengan permainan, membaca cerita dan memberikan mainan titipan dari teman-teman. Ditutup dengan makan siang bersama. Hari itu, kami juga makan siang dengan menu yang sama dengan menu PMT. Enak-enak kok, kita ampe nambah… Jadi ya, yang masak itu ibu-ibu kader, mereka diajari oleh Mbak Fasty, yang merupakan istri dari Mas Bike – koordinator posko OBI di Nias. Pasangan Mas Bike & Mbak Fasty ini, inspiring banget deh… nanti kita share sendiri ya.

salah satu anak peserta PMT, cantik yaa… mana jutek pulak! hahahaha
ternyata juteknya karena lapar
terimakasih bukunya

Setelah acara, kami mengunjungi keluarga Oprianus Gea. Nah, Oprianus ini yang Lita cerita ada satu keluarga, 7 org – ayah, ibu, dan 5 anak, tinggal di rumah seukuran 1,5 x 2 mt. Semua kegiatan dilakukan di luar, trus rumah itu digunakan untuk tidur saja. Bingung juga kita, gimana tidurnya. Sekarang rumahnya sudah diperbesar.

Ke Nias tak komplit kalau tak mampir ke pantai dan minum kelapa muda. Sedap.

Dan hari itu ditutup dengan makan malam bersama, tentunya di pinggir pantai dan menunya seafood dong.

Hari terakhir di Nias, kami cabut dari hotel pagi-pagi karena hari itu kami hendak ke Teluk Dalam, Nias Selatan. Kami hendak mampir ke pantai Sorake dan melihat atraksi lompat batu. Perjalanan ke Teluk Dalam, jauh banget bok… kondisi jalan agak berbukit-bukit trus kendaraan dipacu kencang, seru dah. Sepanjang jalan, di mobil kami sibuuuuk aja ngomentarin anak-anak Nias yang berangkat ke sekolah 😆 cilik-cilik banget trus kayanya jauuuuuh banget gitu jalannya.

Yang unik dari perjalanan ini, kami sempat melewati jalan makadam yang berlumpur dan bikin nahan napas deh, karena jalan yang sebenarnya kena longsor dan jembatannya putus.

Tapi semua itu terbayar ketika kami sampai di pantai Sorake dan melihat atraksi lompat batu.

Setelah dari situ, kami langsung menuju ke bandara untuk terbang kembali ke Jakarta.

Malam itu, saya tidur dengan badan yang luar biasa lelah, namun semangat saya membara, tergelitik… gelisah… kita bisa berbuat apa nih, berbagi ilmu atau apalah…yang penting anak-anak itu bisa terbuka wawasannya dan terpacu untuk melihat dunia kemudian membangun daerahnya.

Pengalaman saya di Nias kemarin, berinteraksi dengan anak-anak Nias dan terlibat langsung dalam program  #HandInHand, mungkin biasa aja lah ya…tapi setidaknya ini berdampak langsung pada kehidupan anak-anak di desa Banua Gea. Anak-anak yang membaik kondisi gizinya, sehat dan ceria. Dan efek itu juga menular ke saya, alih-alih mewek cirambay sedih, saya malah ikut senang bahwa mereka sehat, plus saya juga bertemu orang-orang yang sangat inspratif.

Terimakasih Tango

Terimakasih lho, Tango… semoga, Tango peduli gizi terus mendampingi anak-anak Indonesia yaaa…

Tambahan: Jika ingin baca laporan mengenai Nias dari sudut pandang yang lain, silahkan lho klik tautan-tautan di bawah ini:

Iwok Abqary : Nias Hari 1, Nias Hari 2 part 1, Nias Hari 2 part 2, Nias hari 3.

Dwiyani Arta: Nias Hari 1, Nias Hari 2

7 responses to “Yaahowu Nias”

  1. Aaaaw, itu di foto terakhir anak yang pake tas angry bird, tasnya masih dipake..! Dia anak favorit gue, cantik bangeeeeet dan manis perilakunya :’) Jadi kangen!

    Seneng deh gue bacain cerita2 yg pada abis dari Nias. Walaupun ada rasa iri terutama karena pas kalian ke sana lagi MUSIM DURIAN! *sigh*

    1. Padahal pas berangkat benernya gue rada jiper, takut ntar nangis menye-menye 😀 untunglah, nangisnya cuma berkaca2 krn terharu senang, mereka sudah sehat2… programnya berdampak nyata gitu neik…

  2. anak2 nias ini cantik2 banget yaaa

    1. iya, dasarnya pada cakep2, kulit juga bersih2… tapi trus jadi banyak gak keurus butek deh

      1. Ruth, suami aku si Matt kan penelitian di hutan , trus sebelum masuk hutan ada satu desa nias dia bilang ada satu cewek nias yang cantiknya gak kira2. dia belon pernah liat ada cewek secantik itu di daerah sumut. umurnya 17an kayaknya tapi udah punya anak 2 🙂

        1. Eym… pada kewong muda2 neik… unt kawin, adat mengharuskan laki-laki beli perempuan pake babi, kebo & uang. Klo pere dokter, bisa ampe 150 jt lho. Cuma gak tau, cakep ato nggak menentukan harga mas kawin ato nggak

  3. […] satu yang bikin gelisah saat saya ke Nias beberapa minggu yang lalu adalah, ibu-ibu di Nias itu pas menikah masih muda-muda banget. Saya nggak anti kawin muda sih, juga […]

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: