“Sepertinya, bagimu rindu adalah kebiasaan,” kata temanku suatu kali.
Aku tertawa, “bagaimana bisa?”
“Oh, atau kamu membiasakan rindu? Rindu yang dipelihara lalu jadi kebiasaan? Biasa merindukan?” ia menggelengkan kepala, “ah… aku jadi bingung sendiri dengan bahasaku, ya maksudku seperti itu… kamu terlalu biasa merindukan, jadi si rindu ini menjadi kebiasaan untukmu”
Aku makin terbahak, “aku tak pernah mengerti jalan pikiranmu, teman… jelaskan lagi”
Ia menggelengkan kepala dan nampak berpikir keras, “ya begitu… ah, susah”
“Ayolah… coba lagi… jelaskan lebih banyak soal rindu adalah kebiasaan ini”
“Tidak sehari pun kamu tidak pernah merindukan kekasihmu”
Aku tersenyum, “bukankah seharusnya begitu?”
“Ya iyaaa… tapi rasanya saking lamanya, rasanya kamu merasa tidak hidup kalau tidak sedang merindukan ia”
Ah temanku yang baik, sebab rindu adalah harapan, dan hidup ini dibangun dari jutaan harapan… aku harus selalu merindu untuk berharap.
Setiap kali aku merindukan kekasih yang belum pernah ada, kekasih yang masih menjadi harapan, harapan yang yang selalu hidup karena seorang teman yang kini sedang menertawaiku karena memelihara rasa rindu.
Leave a Reply