Jika cinta pada pandangan pertama itu ada, maka pohon itulah cinta pada pandangan pertamaku. Dari semua pohon; dari semua mahluk hidup baik yang hanya memiliki akal atau pun yang hanya memiliki pikir, atau keduanya, cinta pertamaku pada sebatang pohon.
Dengan tubuhnya yang kokoh menjulang ke langit. Dahan yang ramping namun kuat, menjadi pijakan daun-daun yang rimbun. Dan akar yang menghujam ke pusat bumi, menemukan mata air untuk menghidupi dirinya. Menyerap semua mineral tanah. Menangkap sinar matahari dan dengan adil membagi kehidupannya pada setiap inci bagian tubuhnya. Pohon, cinta pertamaku.
Kekasihku terbahak-bahak ketika kukatakan aku jatuh cinta pada pohon di halaman rumahnya. Bisakah pohon membalas cintamu, sayang? Begitu katanya mengejekku.
Cinta kadang tak perlu berbalas, kujawab ia, cinta tanpa pamrih.
Itu hanya teori, cinta adalah komunikasi, ia harus bereaksi terhadapmu, ya atau tidak. Ia tak boleh diam, tak boleh tak berbalas.
Jika kau mencintai manusia, cinta tanpa pamrih adalah teori. Jika kau mencintai hewan, kau mengharap pamrih, mengharap ia mengerti cintamu, meski tak kau harapkan balasan. Jika kau mencintai pohon, kau pasrah. Pohon akan selalu pasif. Ia tak berbahasa, tak bisa berkomunikasi. Cinta yang pasrah. Cinta yang hanya cinta.
Lama-lama aku jadi cemburu, akankah kau kawin dengan si pohon?
Cinta yang hanya cinta, tak boleh kau cemburui. Dan soal kawin, kenapa jika cinta selalu berujung pada kawin?
Kau selalu bertanya.
Dan kau yang membuatku bertanya.
Siapa kau?
Dan siapa aku?
Kita bercakap-cakap pada angin, yang menangkap semua kata-kata kita lalu menyembunyikannya di balik rimbun dedaunan. Itu sebabnya, ketika malam tiba, saat kegelapan dikembalikan kepada manusia, daun-daun riuh bergemerisik mengolah semua perdebatan kekasih-kekasih menjadi oksigen di pagi hari. Itu sebabnya, aku mencintai pohon, terlebih pohon di halaman rumahmu.
Aku tak pernah mengerti.
Cinta tak perlu dimengerti.
Bukan hanya soal cinta, aku tak pernah mengerti semua kata-katamu, semua ceritamu.
Kata-kata tidak pernah memiliki pengertiannya sendiri, mereka hanyalah bunyi-bunyian yang memanggil makna yang tersimpan jauh di dalam kalbumu.
Kita tak perlu berpikir untuk mengerti.
Ya, kita tak perlu berpikir untuk mengerti.
Dan kau tetap jatuh cinta pada sebatang pohon.
Ya, sebatang pohon yang selalu ada di halaman rumahmu. Sebatang pohon yang selalu akan tetap di situ tak perduli ke mana pun aku telah berkelana, ia tetap kokoh berdiri di halaman rumahmu dengan tubuhnya yang menjulang ke langit dan akarnya yang kokoh mencengkeram bumi. Cintaku akan selalu aman bersamanya.
Pengembara Mimpi, segeralah datang jika tidak aku harus membunuh semua cinta untuk pohon-pohon dan menjadikannya abu.
Leave a Reply