Batik Oh Batik (bag. 4)

Maafkan saya, kelamaan nulis lanjutannya ya… kebanyakan ngomel sih… hihihii ampe agak lupa juga sih, saya mau ngomong apa aja di bagian ini :mrgreen:

Baiklah, jadi tulisan yang kemarin itu masih rada bingung yaa… di bagian ini, mungkin saya buat kesimpulannya per poin yah:

  1. Batik Tulis: 100% buatan tangan, menggambar motif, aplikasi lilin tanpa bantuan alat lain selain canting. Meskipun motif seluruh kain sama, biasanya terdapat perbedaan sedikit pada setiap motif karena tangan tidak konsisten.
  2. Batik Cap: 100% buatan tangan, aplikasi lilin pada kain menggunakan alat cap. Biasanya motifnya geometris, perulangan motif tidak terlalu besar, mungkin maksimal 30 – 40 cm saja, karena alat yang digunakan harus mudah dipegang dengan tangan.
  3. Batik Tulis kombinasi Cap: 100% buatan tangan, aplikasi lilin pada kain menggunakan alat cap dan manual (biasanya bagian kecil yang perlu polet, dll.
  4. Kain Cetak menggunakan mesin printing bukan digital dengan motif batik: Motif dicetak dengan mesin printing skala besar. Jika terdapat ketidak konsistenan pada kain akan berulang sesuai repeat screen mesin, maksimal 1 meter akan berulang lagi.
  5. Kain cetak menggunakan mesin printing digital: warna halus, dan yang jelas harga juga akan mahal sekali, bisa-bisa lebih mahal daripada harga kain batik tulis. Jadi, ini bukan opsi buat para penjual batik murah ngaku mahal ya.

Sebelum beli, kudu dibolak-balik bolak-balik sampe mblenek deh… 😆 dan jangan berhenti untuk mencari referensi soal batik. Termudah untuk bertanya adalah ke penjual batiknya lah…

Ada wacana, bahwa setiap batik tulis yang diproduksi oleh perajin, harus diberi tag batik Indonesia dari lembaga SNI plus penomoran pengrajin yang harus diperbaharui secara berkala. Untuk saat ini belum diaplikasikan secara menyeluruh namun sudah ada beberapa pengrajin yang memberi tag tersebut.

label SNI

Sebenernya bagus juga sih, konsumen terjamin, pasti beli batik yang aseli, membayar sesuai kualitas. Tapi, yakin gak ya gak ada permainan nantinya. Ah sutralah… yang jelas kita kan berniat baik ya… semoga ini memang bisa diaplikasikan dan bisa meningkatkan kesejahteraan pengrajin. Konsumen puas, pengrajin juga sejahtera. Tsaah…

Tips lain, jadi kalau beli batik langsung ke pengrajin deh… sekalian lihat prosesnya gimana… kan jadi puas ya, tau bener bahwa itu batik tulis.

Eh, trus… gimana caranya bedain kain printing dari Cina sama produksi dalam negeri? Errrr…. susah bener sih bedainnya, sama-sama mesin. Biasanya, saya sih menelusuri ke distributornya, biasa dijual ke mana dari siapa… saya mencari jalur distribusinya. Repot ye… ya itu urusannya kerjaan sih, sekalian mensilikidi kompetitor gitu ceritanya. Setahu saya, sekarang impor kain jadi dari Cina bea masuknya tinggi sekali, rata-rata langsung impor garmen atau setengah jadi.  Nah cari saja yang cuttingnya agak aneh *gak nolong bener sih lo cep* lha ya gimana ya… emang rata-rata gitu. Di Cina itu, semua benda bisa dibikin bajakannya dengan variasi harga yang menakjubkan. Mau yang murah, ada… tapi ya gitu… aneh. Mau yang bagus kualitasnya juga ada, tapi harga kadang mahal jadi lebih mahal dari bikinan lokal dengan kualitas yang sama atau bahkan lebih baik. Nah! Dari sini aja bisa disimpulkan tho… biasanya yang dimasukin orang dari Cina ya harus yang murah toh… biar masuk harganya kalau dilempar ke pasar; yang murah…ya itu tadi aneh 😆

Mau dibilang baju KW Korea pun, kalo cutting aneh, dipake ngegerenjel… ya tuduhan saya, itu pasti produk Cina. Produk Korea, dari segi harga nggak mungkin masuk ke range harga kita, pasti mahal. Kenapa kalo murah kok dipakenya aneh? Salah satu logikanya: misal 1 meter kain bisa dijadikan 1 baju mahal, untuk baju murah bisa jadi 1.5 ; 2 m kain untuk baju mahal jadi 2, baju murah jadi 3. Nah, pengiritan begini ini, biasanya disiasati dengan pola yang berakibat, pas dipake nggak enak. Ya itu cuma salah satu alasan aja sih… Tapi ngerti lah yaaa…

Ih jadi ngalor ngidul deh… ya gitu aja deh…

Batik Oh Batik (bag. 1)

Batik Oh Batik (bag. 2)

Batik Oh Batik (bag. 3)

7 responses to “Batik Oh Batik (bag. 4)”

  1. kalo di pati, batik khasnya namanya batik (m)Bakaran mbak.. berasal dari desa (m)Bakaran di pesisir Juana. Motif batiknya mixed ya, semacam labil emang. banyak terpengaruh batik pesisir Lasem, karena desye kan tetanggaan, tapi untuk pattern-nya cenderung berkiblat ke batik Solo. Jadinya, batik yang colorful dengan classic pattern, lucu bin unyu deh :D.
    karena batiknya hampir semuanya batik tulis, harganya masih lumayan mehong yaaa.. tapi worth it. trust me it works, mulai #lospokus.
    trus sekarang di thamcit sudah ada beberapa pengrajin yang buka gerainya di sana, boleh mampir kakaaaaaak :D.
    demilkian, putri pariwisata pati melaporkan untuk mbak tjep 😀

    1. aseeeek… ada Putri Pariwisata Pati… makasih infonya, ntar akika cek cek ombak ke Thamrin City…

      btw, motif ini pun puyeng deh klo mau belajar, tiap daerah pan punya khasnya masing2, ya bayangin aja, jaman dulu tiap keluarga bisa punya motifnya sendiri… 😀 nama pun doa yaa…

  2. di mbakaran juga ada tempat kursus buat ngebatik gitu mbak.. udah ada niat pengen belajar dari kapan taun, ga kesampean2 juga. huahuhuhuhu :((

  3. sudah kukhatamkan bagian 1-4 🙂 dinanti lanjutannya 😀

  4. Mantap 1 sd 4 khatam, keren….sekalian klo ada referensi pengrajin-pengrajin batiknya he..he.he..

    1. terimakasih sudah membaca ocehan saya 😀
      baiklah, kapan-kapan kalau saya punya kesempatan untuk mengunjungi perajin, pasti akan saya tulis di sini.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: