Menjelang Pagi

Dia selalu menelpon, ketika pagi menjelang, membangunkan aku yang sedang berada pada fase tidur yang paling lelap. Ketika kutanya, mengapa selalu membangunkan jam segitu, ia menjawab ringan, “konon menjelang pagi, adalah saat roh ditiupkan ke tubuh, jiwa kembali dari pengembaraan, saat paling tepat untuk memompakan semangat, mengawali hari ini”

Bagaimana aku tidak cinta pada laki-laki ini?

Dia yang selalu memompakan semangatku.

“Kalau kamu memang merasa itu yang harus kamu lakukan, ya lakukan saja… semua selalu ada resiko” katanya di telepon. Saat itu aku sedang bimbang, mengambil keputusan yang cukup penting dalam hidupku.

“Tapi aku takut”

“Takut apa? Kenapa?”

“Ya takut aja, takut yang tidak bisa dijelaskan”

“Ya sudah, jangan dijelaskan kalau begitu, dihadapi saja”

“Resiko?”

“Apapun pasti ada resikonya, kamu memilih ke kanan atau memilih belok kiri lalu putar balik… semua ada resikonya. Seperti mengenal kamu dengan resiko jatuh cinta padamu”

Aku jatuh cinta.

“Hati-hati sayang, aku bisa makin cinta kamu kalau kamu jatuh cinta padaku” katanya menggodaku suatu pagi. Gombale mukiyo. Tapi aku senang dia gombal begitu, sesuai dengan keinginanku. Impian soal berkasih-kasihan dengan seribu ucapan manis memabukkan.

Seorang kawan mengingatkanku, “jangan terlalu tinggi kalau berkhayal, nanti jatuhnya sakit”.

“Aku sudah jatuh,” jawabku “jatuh cinta tak tertolong lagi. Betul, dia terlalu manis, tapi juga tidak bisa dilewatkan”

Pikiran kami seperti terkoneksi, tak lama kemudian; saat menjelang pagi, ia bertanya padaku, “jadi, kamu setuju kan? Menikah denganku?”

“Ha?” tak kudengar sebelumnya ia bertanya, dan tak tahu juga apa maksudnya. Sudah kubilang, ia selalu membangunkan aku saat tidurku paling lelap.

“Iya, kamu sudah setuju kan… kita menikah”

“Kamu bertanya?”

“Tidak, aku mengkonfirmasi”

Lalu kami terbahak-bahak. Tidak lucu buat orang lain, karena itu adalah lelucon kami. Hanya kami yang memahami.

Kemudian, setelah saling mengkonfirmasi, kami menikah. Sesederhana itu. Aku jatuh cinta, menikah dan hidup dengan laki-laki yang selalu memompa semangatku untuk menjalani hari. Bagaimana aku tidak mabuk kepayang?

Lagi-lagi kawanku mengingatkanku, “hati-hati, pria yang terlalu manis bisa saja punya simpanan di belakangmu, bisa saja dia menjadikan kebaikannya sebagai tameng”

Mendengarnya, aku jadi curiga bahwa kawanku ini tidak bahagia dengan pernikahannya dan bukannya sibuk dengan pernikahannya, dia malah sibuk mengasumsikan bahwa pernikahanku penuh kepalsuan, karena laki-laki yang mebuatku jatuh cinta ini, terlalu manis, tidak pernah berhenti menaburkan bahagia. Tapi untuk menyenangkannya, kubilang juga, bahwa aku akan berhati-hati.

“Bagus, kamu jangan mudah terkecoh dengan laki-laki,” katanya memberi pesan.

Saat itu dalam hati, aku sudah memutuskan, bahwa aku rela dikecoh oleh laki-lakiku. Aku jatuh cinta padanya, apalagi alasan yang bisa kugunakan?

Dan ia memang mengecohku.

“Aku bohong, waktu kubilang saat menjelang pagi adalah saat yang tepat untuk memompakan semangat mengawali hari”

“Oh”

“Kamu jangan marah, aku bohong… karena saat mengatakannya, aku sedang sangat lelah… hariku baru saja berakhir, aku perlu menelponmu untuk menemaniku tetap terjaga di jalan”

Setidaknya, bukan kebohongan karena wanita. Bisa dimaafkan.

“Bukan aku yang ingin memberimu semangat, tapi sebaliknya, sebenarnya aku yang sedang mengambil keuntungan darimu, aku yang mendapat tambahan semangat”

Sangat bisa dimaafkan.

Laki-lakiku memang punya siklus pekerjaan yang berbeda, ia selalu mengakhiri hari ketika yang lain baru mengawalinya. Apa boleh buat, memang sudah resikonya. Resikoku juga sekarang.

Tapi tak mengapa, aku rela, aku cinta padanya.

Dia yang manis, romantis sekaligus gombal. Lucu juga, yah… setidaknya, lucunya hanya eksklusif buatku. Dia saja cukup buatku, ah… sungguh, aku tak ingin macam-macam dalam hidup yang sangat singkat ini. Dia saja. Dia yang selalu menelponku menjelang pagi, untuk menemaninya terjaga, saat ia berkendara pulang.

Hari ini, menjelang pagi dia tidak menelpon, dan aku baru menyadarinya ketika pagi benar-benar datang.

Setelah panik seharian mencarinya, menjelang malam aku baru mendapat kabarnya. Menjelang pagi tadi, ketika ia hendak menelponku saat bekendara pulang, saat roh ditiupkan pada tubuh, dan jiwa pulang dari pengembaraannya, saat semangat dipompakan untuk hari itu; rohnya pergi meninggalkan tubuhnya, demikian juga dengan jiwanya.

Aku tidak bisa mengawali hariku lagi.

gambar dari sini

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: