
Sebagai buruh tekstil, saya selalu terbelah jika terjadi perdebatan mengenai batik yang memang batik dan motif batik yang dicetak secara masinal.
Pertama, saya setuju bahwa batik adalah selembar kain tradisional yang digambar, dan diwarnai secara manual, dalam prosesnya melibatkan lilin sebagai color resistant. Secara teknis, pencetakan motif dilakukan secara langsung digambar di atas kain, dikenal dengan batik tulis; lalu ada cara kedua yaitu pencetakan motif dengan mengunakan cap.
Kedua, batik tidak hanya menyangkut teknis pembuatan. Saya meyakini bahwa motif juga memegang peranan penting dalam selembar kain. Apa salahnya jika motif itu diperbanyak secara masinal, sehingga semakin banyak orang yang bisa memilikinya. Makin banyak orang bisa menikmati motif-motif batik yang bahkan memuat sejarah dalam gambar-gambarnya. Ah, saya lebay? Biasanya iya sih, lebay, tapi kali ini tidak :mrgreen:. Siapa ingat soal batik pagi sore yang muncul dari kreatifitas pembatik sekitar akhir perang dunia ke-2? Saat Jepang menguasai Indonesia, saat pasokan katun untuk kain batik menipis; seniman batik dan fashionista jaman itu mempunyai ide cemerlang untuk membuat selembar batik dengan dua motif yang berbeda, satu motif dipakai sebagai bagian depan saat pagi hari, dan sore hari memakai motif kedua di bagian depan.
Adajuga cerita soal batik tiga negeri, dinamakan tiga negeri karena dibuat dengan melibatkan tigakotautama pembuat batik dalam proses pewarnaan selembar batik yang memiliki tiga warna utama, yaitu merah, biru, dan sogan atau kecoklatan. Untuk warna merah, warna dicelup di Lasem, yang memang terkenal dan unggul dengan pewarnaan merah. Kemudian untuk warna biru, warna dicelup di Pekalongan, yang unggul dengan pewarnaan biru, sementara itu untuk warna sogan / kecoklatan dicelup di Solo, yang jagoan neon soal pewarnaan sogan. Itu sebabnya, selembar batik yang memiliki tiga warna ini dinamai batik tiga negeri. Namun konon cerita, ada muatan sosial dalam selembar kain itu. Merah dipercaya mewakili warga Tionghoa, biru adalah warna yang mewakili bangsa Eropa, dan coklat adalah representasi dari warga pribumi, dalam hal ini penduduk Jawa.
Tidak hanya itu, jika kita melihat ada perbedaan besar antara motif batik pesisir dengan motif batik pedalaman. Batik pesisir mendapat banyak pengaruh dari para saudagar bangsa asing yang merapat ke pelabuhan, warna yang digunakan pun lebih berani dan bebas. Bangsa pesisir, lepas dari pemerintahan pusat yang di pedalaman, lebih bebas dalam berekspresi.
Motif pedalaman, penuh aturan. Raja menggunakan motif khusus. Abdi dalem, memiliki motifnya. Rakyat juga memiliki motifnya sendiri. Bagi masyarakat pedalaman, selembar batik adalah doa. Seorang ibu, saat hamil, membuat batik untuk kain gendongan anaknya. Ia bermeditasi, menuliskan doanya menjadi gambar. Kelak, si jabang bayi akan dibuai dalam selembar doa, akan digendong dan diasuh dengan penuh mantra.
Seorang istri, menuliskan doa ke atas selembar kain yang akan dipakai sang suami dalam peperangan. Seorang ibu, merapalkan mantra untuk kebahagiaan anaknya ke atas kain yang akan dipakainya pada hari pernikahannya. Selembar doa pula yang akan menjadi penutup jenasah, semoga yang meninggal mendapat kebahagiaan dan kelancaran di alam kubur. Orang-orang pedalaman sangat kukuh mengikuti aturan ini, oleh karenanya, tidak semua batik bisa dipakai untuk semua acara. Masing-masing punya mantra tersendiri.
Saya terpesona dengan semua detail mengenai motif batik. Baik pedalaman maupun pesisir, memiliki daya tariknya. Pesisir lebih riang, lebih menikmati hidup dan fleksibel. Sementara pedalaman lebih magis.
Apa salahnya mencetak semua itu ke atas kain menggunakan mesin cetak di pabrik? Pembeli senang, akan terus membeli sehingga pabrik tetap terus beroperasi sehingga buruh-buruh pabrik seperti saya bisa tetap bekerja.
Ya kan?
Taaaaapiiiiii masalahnyaaa adalah bagaimana membedakan batik yang betul-betul batik dan kain yang bermotif batik hasil produksi pabrik. Untuk kain bermotif batik yang diproduksi secara massal, bagaimana membedakan itu pabrikan lokal atau bikinan Cina?
Errrr…. Di bagian dua aja ya dibahasnya, biar ada alasan ngeblog lagi gituh *padahal mah masih bingung nulisnya gimana* 😆
Bersambung… *seru ya kaya di film-film, ada bersambungnya*
Leave a Reply