HUGO – Semua Manusia Ada Fungsinya

Dunia ini seperti mesin, tidak ada bagian yang mempunyai fungsi sama. Jadi jika dunia ini adalah mesin, maka aku tidak mungkin hanya cadangan, aku pasti mempunyai fungsi. Kurang lebih seperti itulah yang dikatakan Hugo kepada Isabelle.

Berapa umur si bocah Hugo ini? 12 tahun? Bukankah kata-kata itu terlalu filosofis untuk bocah seumuran dia? Tapi mungkin kesedihan memang telah mendewasakan anak yatim piatu itu lebih cepat. Ia jadi lebih tua dari umurnya.

Film yang diangkat dari novel ‘The Invention of Hugo Cabret’ ini, dibuka dengan perlahan plus kilas balik yang membikin saya pecah konsentrasi untuk menemukan tujuan dari film ini; cerita apa sih yang ingin disampaikan *aiiih… mbak’e serius bener nontonnya*. Apakah Hugo yang yatim piatu ini akan menemukan kebahagiaannya? Apakah kematian ayah Hugo hanyalah ilusi? Apa hubungan inspektur kepala stasiun dengan si Hugo, apakah dia tokoh yang jahat? Pemilik toko mainan, siapa dia? Pemilik toko buku / penjaga perpustakaan, kenapa dia memandangi Hugo Cabret dengan curiga?

Sementara saya asyik bertanya-tanya, saya dimanjakan dengan tampilan visual yang memanjakan mata saya. Cakep banget deh gambar-gambarnya… ya iyalaaaah… menang Oscar 5 biji gituh untuk urusan pergambaran…  eh, konon katanya, ini adalah pertama kalinya juga sutradara Martin Scoserse bereksperimen dengan pengambilan gambar secara 3D. Hasilnya, memang tampilan visual yang mempesona.

Tapi film tak hanya soal tampilan, apalagi buat saya yang penggemar cerita *cerita apa gosip?* *HEH!* Sepanjang film saya bertanya-tanya, ini maksudnya apa sih? Ujungnya apa?

Adegan demi adegan silih berganti dan saya terbuai dengan cerita mengenai awal masa industri film. Film bisu yang kalau ditonton jaman sekarang rasanya katro bener, tapi luar biasa dan ajaib saat itu. Bagaimana manusia-manusia pintar itu mengolah imajinasi dengan peralatan yang masih sederhana, kemudian itu semua disuguhkan dalam film moderen dengan efek yang luar biasa. Bukankah kontradiksi itu membuat kita makin terpesona?

Kontradiksi yang juga membuat saya jadi lebih peka, memahami bahwa Hugo hanya ingin memecahkan pesan rahasia dari almarhum ayahnya. Ah, Hugo ternyata bukanlah bocah yang terlalu cepat dewasa, ia adalah bocah yang sedih dan kesepian.

Film memang tak hanya soal tampilan, juga tak melulu soal cerita; tapi juga soal dengan siapa kita menontonnya 😀

Hugo, telah mempesona saya.

PS. hei kamyuuu… nonton lagi yuk!

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: