Waktu kembali memberikan kejutan.
Delapan belas tahun yang lalu ketika saya masih kelas satu SMP, ada seorang kakak kelas yang menarik perhatian saya karena namanya yang sama dengan nama tengah saya. Kami sama-sama mempunyai nama Lingga. Dulu, saya merasa nama saya itu nyeleneh sehingga tidak ada yang mempunyai nama yang sama dan saat itu saya sedang tergila-gila dengan nama saya yang kadang malah suka menjadi olok-olok, karena menjadi simbol kelamin laki-laki. Tak heran, ketika sewaktu saya menemukan orang yang bernama sama, saya langsung memperhatikan dan mengingatnya. Terlebih, jika disingkat, sama-sama L.W.
Kakak kelas ini seorang cowok. Saya lupa, apakah dia imut atau tidak. Namun saya selalu mengingat namanya.
Bahkan, sekitar seminggu atau dua minggu yang lalu, saya dengan iseng mencoba mencarinya di Facebook.
Tapi, tidak saya temukan ia.
Hingga kemarin sore, kakak kelas saya yang baru saja menjadi teman di Facebook tiba-tiba mengajak saya chatting. Dan kalimat pertamanya adalah, “hi, kamu dulu adik kelasku di SMP I kan? Inget sama L.W?”
Ingat. Dengan cepat saya menjawabnya begitu. Biasanya, saya suka malas kalau diajak chatting lewat FB, tapi kali ini, saya sangat cepat menjawabnya. Saya sedang-selalu teringat L.W
H: “Serius, ingat?”
M: “Iya!”
H: “Yakin?”
Saya mulai kesal, apa ini… kakak kelas yang ini tidak pernah bercakap-cakap dengan saya ketika di SMP & SMA dulu, hanya saling tahu. Bukan teman akrab yang saya ‘ijinkan’ untuk bermain tebak-tebakan.
M: “Ingat! L.W dulu kan 2A, aku 1A. Aku tidak bisa lupa dia, nama kami sama-sama Lingga”
H: “oh, berarti ingat burung kertas yang di laci meja?”
M: “err…. Nggak…”
H: “Berarti kamu nggak kenal sama L.W”
M: “Aku memang gak kenal dia, mukanya pun lupa. Tapi aku gak bisa lupa namanya. Kenapa?”
H: “oh..”
M: “Kenapa?”
H: “Aku dulu suka bikin burung kertas untuk L.W, dan sama dia, burung kertas itu ditinggalkan di laci meja untuk adik kelas”
M: “oh…”
H: “L.W sudah meninggal 10 tahun yang lalu”
Oh. Tiba-tiba, saya merasa ‘wajib’ mengingat burung kertas itu. Saya tanyakan lagi, apakah burung kertas itu tanda bahwa si Lingga ini menyukai salah seorang teman saya di kelas 1? Ya, bahkan burung kertas itu menjadi sarana untuk membuat janji bertemu di ruang musik. Saya sama sekali tidak mengingat burung kertas ini ataupun kehebohan yang ditinggalkannya. Yang saya ingat, Lingga ini duduk di bangku yang sama dengan saya, dia masuk pagi dan saya masuk siang. Saya memata-matainya waktu itu :mrgreen:. Tapi tetap, saya tak mengingat soal burung kertas. Saya tanyakan lagi, apakah Lingga bertemu dengan cewek yang ditaksirnya di ruang musik? Kakak kelas saya menjawab, “aku nggak tau itu, udah ah… aku gak mau cerita lagi… jangan-jangan itu kamu”. Bukan, rasanya bukan saya… sebab saya pasti ingat kalau pernah bercakap-cakap dengan Lingga yang laki-laki ini. Sebab dulu saya pernah berkhayal, kami berkenalan, saya yang perempuan, “Lingga Wijaya” dan ia yang laki-laki, “Lingga Wisnu” kemudian saya akan berkata, nama kita bagus ya… 😆 *khayalan cewek culun kelas 1 SMP*
Sampai saya tidur dan bangun pagi ini, saya masih berusaha menggali ingatan soal burung kertas di laci meja ini. Tetap saja, saya tidak mengingat apapun.
Waktu, meski si tokoh utama pria ini sudah meninggal, saya masih ingin tahu soal burung kertas ini *insting drama*
image from here
Leave a Reply