jatuh cinta pada pernikahan

“Akhirnya, orang jadi terjebak untuk jatuh cinta pada pernikahan, bukan dengan orang yang mereka nikahi”

Itu yang Dhyta bilang beberapa hari yang lalu pas kami nonton inception bareng Linda. Ya ada benernya.

Lama kelamaan, karena tekanan keluarga (yang paling utama nih) akhirnya, akan lahir keputusan untuk menikahi siapa saja yang menawarkan pernikahan, yang penting menikah dulu, urusan bisa bertahan atau tidak… itu urusan nanti, yang penting menikah. Oh, bukan seperti itu ya? Kalau itu kepepet yak?! 😆

Tapi bener nih, urusan menikah ini, agak-agak bikin naik darah deh…hahaha. Ya apalagi kalau bukan karena saya belum kunjung menikah juga.

Lha trus, kenapa sih belum juga menikah?

Ya nggak tau :mrgreen: ya belum aja kali.

Oh, saya mau menikah suatu saat. Entah dengan siapa dan di mana, tapi kalau itu memang jalan hidup yang harus saya lalui, ya saya bersedia kok.

Dan sebenarnya, saya juga tidak keberatan menjawab pertanyaan ‘kenapa belum menikah’ ini. Toh jawabannya mudah, ya mungkin karena memang belum.

Tapi yang bikin sebel adalah, pertanyaan itu bisa saya dengar sehari lima kali! Ibu saya sih jangan ditanya lagi, setiap menelpon dan sms, pasti hal itu yang ditanyakan. Teman lama yang baru berjumpa lagi, saudara… Double menyebalkan, kalau pertanyaan itu ditambahin: jangan ngejar karier aja! Haiyaaah!
Saya, bukan pengejar karir sekarang, saya ngejar duit! 😆 dan nggak ada hubunganlah itu menikah dan mengejar karir.

Saya percaya, kalau memang sudah waktunya, ya terjadilah.

Eniweiiii… kok jadi curcol. Lhaa.. kebiasaan je… ini blog gak penting gitu loh!

Jadi gini, konsep-siklus hidup manusia, itu rasanya penting banget buat dibikin standar. Lahir-kecil sampai besar sekolah-kemudian muda dewasa bekerja-setelah itu menikah dan punya anak. Dan itu semua ditambahin dengan batasan umur. Perempuan terutama, ‘diharuskan’ menikah di usia di bawah 30 tahun, katanya sih demi keselamatan saat melahirkan. Nah, konsep yang dipaksakan ini, membikin orang yang tidak mengkuti standar itu, dicap ‘pembangkang’. Si ‘pembangkang’ kemudian ‘dihukum’ dengan diberi label: perawan tua dan bujang lapuk. Supaya tidak mendapat ‘hukuman’, maka, jatuh cinta pada pernikahan yang menjadi solusi. Ah, sudahlah, mau cari apalagi…toh dia juga baik, ya sudah menikah saja; begitulah.

Ah ya…saya belum berada dalam ruangan pernikahan. Tapi saya paham kok, bahwa tidak semua pernikahan adalah akibat jatuh cinta pada pernikahan, melainkan dengan pasangan. Saya, hanya beruneg-uneg… :mrgreen:

Intinya maaah, apapun langkah yang diambil, semoga berujung pada kebahagiaan *halah*

PS. 30 tahun, itu masih muda yaa… sumprit, saya belum keriput kok…Cuma stamina aja menurun dikit :mrgreen:

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: