Dari Balik Layar

Salah satu cita-cita saya ketika masih kecil adalah menjadi wartawan, lebih spesifik, menjadi wartawan majalah Si Kuncung. Yah…. Dalam benak saya, menjadi wartawan berarti mendapat kesempatan berkelana mencari berita, kemudian menulisnya dan menginformasikan berita itu kepada pembaca. Membuat pembaca terbuka wawasannya dan lebih pintar. Lalu, kenapa majalah Si Kuncung? Ah…karena saya suka pada nenek Limbak *jelas bukan Limbad :mrgreen: *

Meskipun konyol, cita-cita yang ini bertahan cukup lama sampai kemudian berasimilasi menjadi penulis 😆 dan makin lama cita-cita itu terkikis hingga mengecil dan terpendam menjadi ‘impian suatu saat nanti’. Rasa inilah, yang membuat saya selalu mengagumi penulis yang karyanya telah diterbitkan, juga salut kepada jurnalis/wartawan yang menulis berita dan menyampaikannya kepada para pembaca. Rasa kagum yang makin bertambah, ketika saya, si penulis/jurnalis/reporter/wartawan/-wannabe ini, mendapat kesempatan untuk meliput acara Jakarta Fashion Week 09/10. Maaaaaaan… sumpah, capek! *lebay* Bayangkan, dalam waktu enam hari, ada lebih dari seratus peragaan busana! *menghela napas* ah… tidak, saya tidak menonton semuanya. Tetapi saya menonton banyaaaaaaak sekali peragaan busana setiap harinya. Memang tidak menonton mulai dari peragaan busana yang pertama, setiap hari saya selalu menyambangi fashion tent JFW 09/10.

'barisan' fotografer profesional

Pada hari kedua, saya menonton semua peragaan busana di fashion tent. Dari satu sesi ke sesi lainnya berjeda 30-60 menit. Pfiuuuh… saya harus mengaku bahwa, seringkali saya lupa baju apa yang barusan saya lihat, dan desainer siapa yang baru tampil. Maaf, tapi memang otak saya tidak mampu menyerap informasi yang sedemikian banyak dan berwarna-warni dalam waktu yang bersamaan. Namun tetap saja ada beberapa desainer yang menghasilkan karya luar biasa sehingga saya dapat mengingat dengan baik detail busana yang mereka tampilkan. Belum lagi ketika memilih foto. Oh… satu peragaan busana menghasilkan ratusan frame, meski busana yang ditampilkan hanya beberapa namun sang fotografer mengambil gambar dengan kecepatan tinggi, sekali jepret ada banyak frame yang dihasilkan. Pilihan menjadi mudah kalau pose model sedang oke, sehingga model busana terlihat jelas dan komposisi gambar pas semua. Terkadang, menambah rasa frustasi *lebay* kalau model busana terlihat jelas, komposisi bagus namun mata si model pas merem… haiyaaaah…. Sayang sekali! Bukan berarti model tak boleh berkedip, tapi kenapa pas tombol shutter ditekan ketika model sedang berkedip? Dan frame selanjutnya, model sudah membalikkan badan… ooh… lewat sudah detail yang ingin saya ceritakan.

sibuk mondar-mandir mengambil gambar 😀

Pengalaman enam hari saya meliput JFW 09/10 membuat saya langsung memahami, bahwa posisi menentukan prestasi, benar-benar mutlak berlaku untuk para fotografer. Sudut pengambilan gambar yang tepat, sangat membantu mereka menghindari momen ‘cacat’. Saya menjadi lebih toleran kepada para kritikus mode yang kadangkala terlalu nyinyir dalam mengkritik hasil karya desainer. Dan saya sangat bersimpati pada desainer-desainer yang sudah berusaha keras untuk menampilkan hasil karya terbaik mereka, untuk dinikmati, di-apresiasi dan diingat oleh para penonton.

Whuuuh…. Jadi, mohon untuk memahami dan memaafkan saya juga, yang terlambat menyajikan reportase *halah* dari perhelatan mode Jakarta Fashion Week 09/10 karena… jet-lag :mrgreen:.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: