Konon katanya, cinta Indonesia itu bisa diwujudkan dengan mensupport produk lokal Indonesia. Bisa jadi, menonton film Indonesia juga merupakan salah satu aplikasinya.
Tapi jujur deh, berapa kali nonton film Indonesia di bioskop? Hmm… saya baru beberapa kali nonton film Indonesia di bioskop. Dulu jaman masih SD, pernah nonton bareng ama temen2 SD se-kecamatan Nganjuk, tentang pemberontakan di Blitar, lupa judul filmnya. Trus kelas 6 SD *yaak… pas kencan pertama * nonton film Blok M, yang main Desy Ratnasari, Nike Ardilla. Abis itu lamaaaaaaa banget nggak pernah nonton film Indonesia sampai Petualangan Sherina. Ya, saya ikutan ngantri bareng anak-anak SD, meskipun saat itu saya sudah kuliah… hehehehe abis itu gak pernah lagi nonton film Indonesia sampai minggu lalu saya nonton Cin(T)a dan hari minggu kemarin saya nonton Merantau.
Total dihitung, hanya 6 kali saja. Nonton di televisi pun hanya AADC, yang lainnya… hm… saya ingat2 dulu. Eh, pernah, nongton Petualangan Joshua & Denias. Udah… cuma 3 itu
Dan rekor itu sangat menyedihkan, mengingat hampir setiap minggu saya menyambangi gedung bioskop untuk nonton. Bukannya saya tak mensupport produk film Indonesia sih… tapi… saya bosan dengan temanya saja. Hmm… saya juga belum bisa bikin film sih… cuma bisa ngomel aja.
Menurut saya, tema film Indonesia saat ini terlalu seragam. Hantu dan komedi yang berorientasi ke arah cabul. Errr… gak ada tema ya yang lebih cerdas? Oh… pasarnya yang nggak ada ya… Bagaimana kalau dibalik seperti ini, bahwa pasar jenuh karena pilihan yang itu-itu saja.
Eniweeei… saya juga bukan ahli pemasaran film sih… hihihihi… saya cuma penonton yang demen ngedumel 😛
Dua film Indonesia yang saya tonton akhir-akhir ini, merupakan film yang cukup oke.
Cin(T)a, film indie yang mengusung tema sangat sensitif di Indonesia, yaitu kisah cinta antara dua anak manusia dengan agama yang berbeda. Yang satu Islam yang satu Kristen (entah Katolik). Sangat berani, sangat cerdas dan mengambil resiko. Cuma ada dua tokoh sepanjang film, hanya dua orang itu. Dan untuk ukuran film sepanjang itu, apa yang sudah dilakukan ini sangat beresiko. Saya sendiri sempat merasa bosan, karena menganggap alur yang lambat, eksekusi audio yang payah dan banyak omelan lainnya. Tapi secara keseluruhan, saya mengacungkan dua jempol untuk film ini, diluar fakta bahwa salah satu produsernya adalah (sempat menjadi) teman kuliah saya :mrgreen:. Beneran, film ini layak tonton. Saya jadi suka sama si Cina… hihihi
Yang terakhir saya tonton adalah Merantau. Saya berharap banyak pada film ini. Pada awal film, saya langsung terpukau dengan setting yang indah. Wow… saya langsung berkata dalam hati, tahun depan saya tak boleh gagal berwisata ke Padang, Bukittinggi dan Sikuai. Eniwei, setelah film memasuki masa perantauan Yuda ke Jakarta, maka mulailah, polusi. Euugh!!! Lebay! Dan tokoh Astri, euugh… cuma bisa berakting marah, menendang, dan bengong stres kayak kesurupan selain berteriak, “anjing, babi… taik lo” errr…. nggak banget. Dan yang paling merusak adalah ketika petugas keamanan menembak siapa itu teman Yuda yang jadi centeng. Cooong…. lebay dangdut abis dan nggak banget! Padahal, adegan berantem sebelumnya oke loh.
Baiknya, mungkin memang Merantau menyoroti soal ilmu beladirinya ya… trus pengambilan gambar dan hal teknis lainnya, tapi saya adalah penonton cerita :mrgreen:. Menurut saya, kekuatan sebuah film adalah di ceritanya, jalan cerita. Soal eksekusi, bisa dimaafkanlah kalo ada kekurangan sana sini, maklumlah kite… Dan film ini sangat terbantu oleh kekuatan Christine Hakim sebagai Ibu Yuda. Saya bukan terpengaruh oleh nama besar beliau, tapi beneran, ketika melihat beliau menangis (tanpa air mata) setelah Yuda meninggal (di adegan2 terakhir) saya menangis karena merasakan kesedihannya. Padahal semenit sebelumnya, saya sedang misuh2 karena adegan yang lebay dan nyebelin. Gak heran, orang bilang Christine Hakim adalah pelakon yang hebat, saya aja yang telat tau. Ketika adegan menangis itu, dia bisa menggerakkan otot mukanya, seolah menahan tangis cui… beneran berkedut itu urat di sudut mata… hebat deh…
Yaaaa…. begitulah… Film Indonesia yang saya tonton nggak banyak, meski saya cinta bener sama Indonesia.
Adaaaaaa aja yang menjadi kekurangan film Indonesia, menurut saya. Well, tidak ada yang sempurna memang. Tapi setidaknya jangan parah2 banget deh… Ayo dong sineas Indonesia, bikin film yang ‘mencintai’ penonton Indonesia macem saya ini, biar saya makin sering nonton film Indonesia
Semoga, perfilman kita makin maju, banyak film-film cerdas yang diproduksi dan dipasarkan secara luas *mana tau kan gw klo ada film bagus tapi gak di pasang?*
PS. PR saya mungkin harus nyari DVD Garuda di Dadaku, King… hmmm apalagi ya?!
Leave a Reply