Semenjak ‘mendengar’ kasus Ibu Prita dari tweet Ndoro Kakung, saya baru sempat googling hari ini, lhah maklum, saya kan sok sibuk 😛 dan baru menemukan email yang menjadi awal dari semua ini. Baca saja di sini.
Ketika saya membacanya, saya memang menangkap kekecewaan yang sangat besar terhadap layanan yang diterima oleh Ibu Prita. Wajar, sebagai konsumen/pasien yang telah membayar dan merasa dirugikan (baik berupa materi, juga kesehatannya), Ibu Prita mengungkapkan kekecewaannya. Dalam email yang kemudian dikirimkan ke milis, Ibu Prita menuliskan telah menghubungi management dan tindakan ini (menuliskan email) dilakukan karena sudah lelah dengan proses berkepanjangan dari RSOI yang tidak memberikan solusi.
Eeeeniwei… saya tidak dalam kapasitas untuk mengartikan satu persatu arti kata-kata yang tersurat dalam email tersebut. Saya menulis ini di blog saya, untuk menyampaikan keprihatinan saya, juga melepaskan apa yang mengganjal di benak saya.
Saya setuju sekali dengan apa yang disampaikan Paman Tyo, ini ‘hanya’ masalah komunikasi. Bukankah ada solusi yang lebih Indonesia, yaitu musyawarah untuk mencapai mufakat? Mari duduk, ngopi ngemil pisang goreng, sambil ngobrol temukan dimana simpul itu mengganggu dan uraikan simpulnya, pecahkan masalahnya, temukan solusinya.
Benarlah adanya, bahwa negara kita adalah negara hukum, jadi apapun juga bisa diperkarakan secara hukum, perdata maupun pidana; tapi bukankah dasar negara kita adalah Pancasila? Yang itu tadi, mengandung butir-butir pengertian musyawarah untuk mencapai mufakat.
Saya kurang tahu, apakah pihak RSOI sudah melakukan upaya untuk bertemu dan menjelaskan dengan baik kepada Ibu Prita dalam menanggapi email yang tersebar di milis atau belum (selain tindakan membalas posting di milis & di surat pembaca, kamsud saya), jika belum, alangkah sayangnya. Lagi-lagi setuju dengan Paman Gombal (duuh Paman, ada yg suka membeo), ada faktor biaya yang bisa diefisiensikan dengan tindakan sederhana, macam ngobrol sambil minum kopi ini. Juga lebih elegan. Tindakan yang sekarang ini, kok kesannya malah seperti membunuh nyamuk yang hinggap di badan dengan peluru, ya nyamuknya kliyengan, tapi yang punya badan juga kliyengan. Berlebihan dan terlalu beresiko. Apalagi di era sekarang, dimana semua orang bisa menyampaikan apa saja lewat fasilitas internet; ada blog, microblogging, social media, dll. Oke, ada UU ITE memang, namun, tekanan masyarakat, situasi apa saja yang bisa dijadikan isu politik; yang bisa memicu hal-hal yang diluar perkiraan RSOI, ini tindakan yang membahayakan sebenarnya bagi RSOI.
Saya yakin, sebelum melakukan tindakan hukum, pasti RSOI sudah mempertimbangkannya masak-masak, namun apakah reaksi yang sekarang ini juga sudah diperkirakan?
Oh… tidakkah kita belajar, bahwa di negeri ini, yang ‘tertindas’ akan selalu mendapat sms terbanyak?
Dukungan yang sangat besar untuk Ibu Prita, saya syukuri sekaligus membuat saya takut. Jangan sampai ini menjadi boomerang untuk generasi 2.0. Jangan sampai ini membuat kita lengah dan merasa bebas untuk mengatakan apa saja dengan mengabaikan kode etik; karena merasa, toh nantinya kalau ada apa-apa, akan ada yang men-support. Well, saya mulai oot deh… maaf, tapi ini benar-benar mengganggu saya juga.
Peran teman-teman blogger, dalam menyebarluaskan berita ini hingga mendapat perhatian yang selayaknya, sungguh sangat besar. Sehingga, kalau saya berpikir tentang Ibu Prita, maka saya langsung teringat dengan ‘kekuatan blogger’. Blogging for Society, yang menjadi tema pesta blogger 2008, maknanya menyeruak kembali. Ya, mari kita gunakan ‘kekuatan’ ini dengan sebaik-baiknya.
Kembali ke Ibu Prita, sabar ya bu… jangan khawatir, kami semua mendukung anda. Kebebasan anda adalah target kami, karena kebebasan anda berkaitan dengan kebebasan menyampaikan pendapat, juga mendengar pendapat, termasuk menyikapinya dengan dewasa.
Bukan berarti saya ingin ‘nggebuki’ RSOI *minjem bahasa salah satu komen di posting Politikana*, tapi saya menghimbau RSOI, untuk mempertimbangkan lagi langkah yang telah diambil. Sebagai institusi yang bergerak di bidang kesehatan yang dekat sekali dengan subyek (rasa) kemanusiaan, saya yakin, rasa anda terhadap kemanusiaan bisa membimbing anda untuk mengambil solusi yang lebih tidak merugikan.
Update: ketika sedang menulis posting ini, lagi-lagi, membaca tweet Ndoro Kakung, JK sudah memberikan SP3 untuk menangguhkan penahanan Ibu Prita. Semoga awal yang baik.
Semoga, kasus ini selesai dengan baik. Semoga.
P.S. Tiba-tiba, saya ingin menulis ini: bahasa itu cuma masalah rasa. Yang tersirat tidak selalu yang tersurat, tapi carilah yang tersirat itu melalu yang tersurat. Rasakan makna dari email Ibu Prita, saya yakin RSOI bisa merasakannya.
Leave a Reply