Lhooh…. mana yang bagian satu-nya? yang bagian satu nunggu catatan dari teman. Hehehehehe…. Jadi, ceritanya, saya kan pergi ke Medan dengan beberapa teman, kami membagi tugas untuk melaporkan perjalanan kami, hari pertama oleh teman saya, Aisa. Hari kedua, saya. Hari ketiga dan keempat, teman saya, Sienny.
Saya belum mendapat yang hari pertama, jadi saya laporkan yang hari kedua dulu ya.
Hari kedua: Medan-Tebing Tinggi-Pematang Siantar-Parapat-Tuk Tuk Samosir (bagian I)
Menjadi primadona di Kopitiam Cirebon
Kami berlima sudah bertekad untuk menjadi mahluk ambisius selama perjalanan di Medan ini 🙂 pada hari kedua, kami mengawali hari ‘liburan’ pada pukul enam pagi. Berjalan ke arah menara air yang hanya sepelemparan kolor dari Wisma Sederhana tempat kami menginap, kami berharap bisa menemukan jalan ke Kwetiaw Andalas, sebab Sisca yang menjadi pemandu kami (thanks pisan ya Sis) masih dalam perjalanan. Setelah bertanya pada beberapa orang, namun tetap kami tidak mengerti arahnya, kami memutuskan untuk berjalan ke kedai kopi jl. Padang sidempuan, yang terkenal dengan kopitiam Cirebon.
Tadinya kami memang berniat untuk ke tempat ini baru kemudian ke kwetiaw Andalas, namun informasi dari pegawai Wisma Sederhana mengatakan kopitiam ini masih tutup. Waduuh… tapi saat itu kami nekad, yah, mana tau kami beruntung. Dan memang kami beruntung, kopitiam Cirebon sudah buka dan hampir penuh dengan pengunjungnya.
Bagi saya, Kopitiam Cirebon ini adalah cinta pada pandangan pertama, hahahaha, semenjak Sisca memberitahu saya bahwa:-
- kopitiam yang merupakan ’kantor berita’nya Medan dan terletak di sudut jalan itu tidak pernah dikunjungi pembeli perempuan (kecuali Tina & Sisca, beberapa waktu lalu)
- roti bakarnya nikmat, kopinya juga.
- encek peracik kopi yang juga pemilik kopitiam, sepanjang hari kerjanya hanya duduk di singgasananya sambil bermain kopi, demi menemukan racikan yang nikmat.
Cukup tiga alasan itu yang membuat saya bertekad, apapun yang terjadi, saya harus mengunjungi kopitiam Cirebon ini. Saya rela deh bangun subuh demi Kopitiam ini,
Dan benarlah adanya, ketika kami melangkah memasuki kopitiam semua pria paroh baya hingga berusia lanjut, tidak ada yang tidak menolehkan kepalanya secara terang-terangan memandangi kami, empat perempuan yang –ehem-keren-ehem-juga-ehem-gaya-pisan ini. Hahahaha. Seandainya ada yang mengambil gambar, pastilah, ini bakal jadi momen favorit. Dan untuk menambah dramatisasi momen tersebut, kami mendapat tempat duduk di tengah, pas benar di antara para pria yang sedang menikmati kopi pagi + gossip tersebut.
Awalnya, kami masih agak kaku, karena setengah ingin ketawa gr campur bodor, setengah ingin jaga sikap. Namun kami berhasil memesan segelas susu coklat , roti bakar srikaya dan roti mentega. Lalu, setelah memotret sana-sini (khas anak JS banget), mulailah suasana sedikit cair. Seperti layaknya kedai kopi, pengunjung kotiam tersebut adalah pengunjung tetap yang sudah mempunyai kursi tetap juga, bahkan, seorang opa-opa berusia sekitar 80th sudah berlangganan kopi disitu sejak 50 tahun yang lalu.
Kopitiam Cirebon ini, ternyata sudah buka sejak pukul setengah empat pagi dan tutup pukul 5 sore, namun pengunjung baru mendapatkan kopi pertamanya pukul 4 pagi.
Di hari terakhir kami, kami berkesempatan untuk berkunjung lagi di Kopitiam Cirebon ini, wah, kami benar-benar disambut loh… hahahaha…kami memesan Kopi O-nya. Saya lebih menyukai kopi susunya dibandingkan susu coklat hangat dan kopi pahitnya. Roti bakarnya yang dibakar dengan api arang, lebih nikmat yang mentega, menurut saya. Jadul banget, roti tebal dengan mentega meresap di hampir setengah ketebalan roti dan ditaburi gula putih, sangat sesuai untuk menemani kopi susu yang sedikit pahit, asam namun creamy, tambahkan sedikit gossip, luar biasa.
Aaah… saya bisa bercerita tidak ada habisnya soal kopitiam Cirebon ini. Hahahaha. Saya kadung cinta sih. Tentu saja, suatu saat saya mendapat kesempatan ke Medan, saya akan mampir lagi ke Kopitiam ini.
Sesaat kami menikmati momen kami menjadi primadona, Sisca dan Rina datang, kemudian kami langsung bacut ke Kwetiaw Andalas.
Yang menarik dari Kwetiaw Andalas ini adalah encim sang juru masak yang sudah berusia lanjut, beliau sudah mudah lelah. Jadi seringkali, kalau kita datang lebih dari jam 6 pagi, tukang masaknya sudah berganti anaknya.
Kami masih sempat mencicipi hasil masak si Encim sebelum beliau turun panggung dan digantikan oleh tukang masak cadangan 😛
Kwetiaw dimasak dengan api besar dengan rasa asin yang sengaja dibuat dibawah rata-rata, supaya pengunjung bisa menambahkan rasa asin sesuai dengan seleranya masing-masing
Kami memesan Kwetiaw dan mi gorengnya. Kwetiawnya lembut dengan rasa ‘kasar’ bumbu-bumbu. Sedangkan, mie-nya kenyal dan gurih nikmat. Saya lebih menyukai mie gorengnya. Wah, menuliskannya lagi, kok membuat kelenjar liur saya berproduksi ya… glek.
PS. Lebih banyak gambar di blog yang ini.
bersambung ke bagian 2
Leave a Reply