Sudah hampir tengah malam, ketika kami membicarakannya.
“Sebutkan sepuluh alasan mengapa kamu mau menikah sama aku”, tanyanya padaku, saat itu aku sedang menyuapkan gelato vanilla rum raisin di atas apple strudle; hidup ini memang manis dan memabukkan.
Sepuluh alasan, “aaah…sepuluh…” Aku mengedikkan bahuku. Aku tak punya alasan sebanyak itu setahuku, tapi aku tetap mencoba, “karena kamu pernah menanyakan apakah aku punya teman dekat, laki-laki…yaaah semacam itulah…aku suka pertanyaan itu, entah kenapa, itu yang membawaku untuk menyukaimu, pertanyaan itu berkenan untukku,” kataku sambil sedikit tersenyum saat mengucapkan kata ‘berkenan’; maniak kata-kata.
Dia tertawa. Aku berharap malam ini tidak berakhir.
Kami dua orang asing, dan aku jatuh cinta.
“Kamu tidak mengenal aku”
“Ya, kamu juga…kenapa kamu mau denganku?”
“Entahlah”
“Kenapa kamu juga mau menikah denganku, siapa tahu aku psikopat?!”
“Oh…ya? Bagian mana yang suka kamu makan?”
“Aku punya ketakutan yang menyebalkan, ketika berkencan dengan seseorang, aku akan menimbang-nimbang, apakah aku berani jika suatu saat aku menikah dengannya, jika ya sepertinya aku berani, aku akan berpacaran dengannya, karena aku siap akan kemungkinan terburuk dalam hubungan perpacaran kami yaitu pernikahan, ya meskipun tetap saja tidak semua hubungan perpacaran akan berakhir pada pernikahan, tapi setidaknya ketika mengusahakan diri untuk memahaminya, aku tahu bahwa aku tidak sedang membuang waktu; dan aku selalu takut, aku menikahi seorang psikopat, yang mungkin suka memukuli pasangannya, aku takut ia tidak bisa bekerja sebab aku ingin tidak bekerja, aku takut ia sakit jiwa sebab aku sudah sakit jiwa…aku tidak pernah berani, tapi ketika kamu menanyakan soal pernikahan, entah kenapa, aku merasa yakin bahwa aku harus menjawab iya, meski masih ada ketakutan-ketakutan yang tidak bisa kujelaskan untuk apa”
“Aaah…”
“Tapi tetap saja, pikirkan lagi…yakin kamu mau menghabiskan sisa hidupmu mendengarkan monologku?”
“Yaaaa…kamu juga, pikirkan itu…wow…setidaknya setelah ini kita punya limapuluh tahun untuk bersama”
“Tapi cuma aku yang bisa tetap nyenyak tidur ketika kamu mengorok dengan keras, ini alasan bagus lo”
“Yaaa…memang, aku juga heran, kenapa bisa? Tapi, aku sudah melihatmu mencium ikan”
Dan setelah itu kami masih tetap berciuman.
Hmm…sepertinya, memang tidak perlu alasan untuk jatuh cinta, aku masih kaget karena ini terjadi dengan tiba-tiba, tapi aku juga tidak ragu untuk membagi hidupku, meski tetap saja, aku harus siap bahwa setidaknya sampai limapuluh tahun ke depan, aku harus mendengarkan bunyi ngorok.
“Menurutmu, apa itu pernikahan?”
Vega bilang, pernikahan itu adalah dua orang yang takut hidup sendiri kemudian mengikatkan diri agar bisa bersama-sama sampai akhir hayat, aku ingin menyetujui Vega. Tapi aku punya pendapat lain, bagiku pernikahan itu, “komitmen yang kuat, cinta yang membara dan seks yang hebat”.
Hanya saja, kita perlu keberanian yang luar biasa besar untuk memulai ini.
Ia menangis ketika membaca ini, aku merasakan ketakutannya juga ketakutanku. Kamu mau kita berjuang untuk hal ini? Atau memilih menyerah? I am a fighter, kamu tahu itu kan? Aku tidak mudah menyerah dan aku akan mendukungmu untuk memperjuangkan kita.
Leave a Reply