Aku merasa sebagai orang yang sangat spesial hari-hari ini. Betapa tidak? Ketika aku sedang membaca ulang Alkitab, karena aku ingin menulis soal sejarah gereja berdasarkan tahun dan kejadian (soal sejarah ini, aku berniat suatu saat pergi tour ke Israel, jadi aku sudah tau sejarahnya sebelum jalan-jalan), eeeh… pas banget, kebaktian Natal di gerejaku kok tema khotbah Natalnya tentang makna dan sejarah Natal. Hmm…. tentu, aku merasa… waaaah…. seru banget… merasa, seolah-olah topik ini memang dipilihkan untukku *lebay*
Oke, kembali fokus. Meskipun ini dilatar belakangi khotbah di gereja, tapi tulisan ini murni karena aku memang ingin berbagi soal fakta baru yang baru aku dengar. Jadi sebelum melanjutkan membaca, tolong ditanggalkan semua pikiran yang sempit, topeng agama dan keyakinan yang mungkin akan menutupi kesenangan kalian membaca cerita seru dari masa lalu *halah*. Dan sebelum melanjutkan baca, aku ingetin, posting kali ini panjaaaaaaang banget. Sumprit, panjang.
Disampaikan oleh pak Bambang Noorsena, dan ditulis ulang berdasarkan catatan khotbah yang tergesa-gesa dan carut marut dibalik kertas pr si mamah serta ingatan yang bapuk
Pada awalnya, mengenai tanggal ditetapkannya tanggal 25 Desember sebagai hari Natal. Benarkah pada tanggal itu Yesus Kristus lahir ke dunia?
Soal ini, aku akan menceritakan pengertianku sendiri mengenai Natal. Ketika aku masih SD, guru pelajaran Agama Kristen, pernah menerangkan bahwa tanggal 25 Desember, disepakati sebagai hari Natal karena pada saat itu, penguasa Romawi ingin menarik pengikut Dewa Matahari menjadi orang Kristen, sebab pada tanggal itu adalah ulang tahun Dewa Matahari. Dan kesepakatan itu disetujui oleh gereja Katolik Roma yang berada di bawah kekuasaan pemerintah.
Lalu sekitar aku SMP, pendeta di gereja pernah berkhotbah soal hitungan waktu dan musim di wilayah Israel. Bahwa sebenarnya, bulan Desember adalah masa terdingin di wilayah penuh konfilk itu. Sehingga sangat tidak mungkin Yesus lahir pada musim itu, karena menurut Alkitab itu sendiri, ketika Yesus lahir, salah satu yang mendengar kabar pertama adalah para gembala di padang penggembalaan. Jika cuaca dingin, tidak mungkin, para gembala tinggal di padang terbuka. Sebab menurut tradisi dan kebiasaan bangsa Israel, mereka bisa tinggal berbulan-bulan di padang terbuka ketika menggembalakan ternaknya. Pada saat itu, teori yang dipercayai adalah, Yesus kemungkinan lahir di bulan Agustus – September.
Dan berdasarkan informasi-informasi itu, aku tumbuh dalam tradisi bahwa Natal hanyalah alasan untuk berpesta dan waktu dimana keluarga berkumpul. Itu saja. Nggak penting harus dirayakan, tapi wajib hukumnya untuk selalu bersama keluarga ketika Natal. Yaah… memang agak ajaib pengertianku itu.
Hingga aku mendengar cerita baru soal Natal.
Printilan detail tetap sama. Ayat yang digunakan tetap sama, dari Injil Matius, Markus, Lukas, Yohanes. Tetap ada cerita soal gembala dan orang Majus. Tapi, yang menjadi sorotan adalah, siapakah orang Majus ini.
Di Injil sendiri diceritakan, bahwa orang Majus datang ke Betlehem, karena mereka melihat bintang yang menunjukan lokasi Betlehem. Kemudian mempersembahkan emas, kemenyan dan mur. Jika melihat dari tipe persembahannya, orang Majus ini adalah orang-orang Arab yang tinggal di Teluk Persia. Dugaan ini makin kuat ketika pada saat wilayah Israel diserang oleh orang-orang Persia, yang mana seluruh bangunan suci di wilayah Yudea dihancurkan namun Gereja Betlehem yang di dindingnya menggambarkan rupa orang-orang Majus tidak dihancurkan, karena orang-orang Persia itu melihat kesamaan antara diri mereka dengan orang Majus. Dan orang Persia ini memuja bintang.
Soal Arab sendiri, aku juga menemukan bahwa Arab tidak hanya satu Arab. Maksudku, selama ini aku berpikir bahwa Arab itu adalah keturunan Ismael dan Israel keturunan Yakub (anak Ishak), yang jika dirunut pada awalnya adalah satu moyang, yaitu Abraham atau Ibrahim. Sedikit flashback *tsaaah*, Abraham sampai usianya sudah uzur, belum juga memiliki anak, kemudian Sarai istrinya (waktu itu belum diganti namanya menjadi Sara) menyodorkan budaknya, Hagar orang Mesir dan mempunyai anak bernama Ismael. Ketika akhirnya Sara mempunyai anak sendiri, yaitu Ishak, Hagar dan Ismael diusir dari perkemahan Abraham. Meskipun yang menjadi anak sah Abraham adalah Ishak, tapi Ismael juga tetap mendapatkan bagian berkatnya sebagai keturunan Abraham, orang yang dikasihi Allah. Janji Tuhan, adalah untuk semua keturunan Abraham *semoga moyangku ada bawa dikit darah Abraham, hehehehehe*.
Nah balik ke topik soal Arab, ternyata, di Arab sendiri ada 3 suku utama, yaitu Hazar-Mawet yang tinggal di wilayah Arab Utara, kemudian Bani Amon – Edon, yang terakhir adalah keturunan Ismael yang ada 12 suku, yang mana 12 suku ini merupakan anak-anak Ismael. Nah salah satu dari keturunan Ismael ini kemudian menikah dengan salah satu keturunan Hazar-Mawet yang kemudian memperanakan Bani Hasyim.
Dari sekian banyak suku Arab ini, yang diyakini sebagai orang Majus adalah orang Arab yang tinggal di wilayah Teluk Persia, eh… udah bilang ya tadi. Selain dugaan yang dikuatkan oleh peristiwa perang, ada inskripsi yang ditemukan di wilayah Mesopotamia yang disebut dengan Inskripsi Zipar, dinamakan Zipar karena professor yang menemukannya bernama Zipar dari Jerman. Inskripsi ini berisi bahwa pernah terjadi konstalasi bintang saturnus dan jupiter pada planet pijas, yang diartikan sebagai seorang raja telah lahir di Palestina. Konstalasi bintang inilah yang menuntun orang Majus datang ke Betlehem wilayah Yudea, untuk memberikan persembahan kepada Yesus. Perjalanan dari Mesopotamia menuju Betlehem pada masa itu, memerlukan waktu selama kurang lebih tiga bulan. Jadi, konstalasi bintang itu tetap begitu selama kurun waktu itu, untuk menuntun orang Majus hingga sampai di tempat tujuaannya. Jika terjadi konstalasi bintang, ada kemungkinan bahwa cuaca pun berubah. Sudah lama terbukti bahwa pergerakan di langit sangat mempengaruhi iklim (jika aku bisa membaca tanda langit, mungkinkah aku bisa membaca hatimu? *halah*). Hal ini didukung oleh laporan DR. Clement yang berjudul Palestina Exploration, yang menerangkan bahwa tahun 1876 dan 1877, pada bulan Desember tidak turun hujan sama sekali di Palestina dan cuaca panas.
Lalu, ada catatan lain mengenai waktu perayaan Natal. Sudah sejak lama kita (lebih tepatnya aku) meyakini bahwa, aliran gereja tertua adalah Katolik Roma, sebab aliran Protestan itu sendiri masih baru. Namun, ternyata banyak gereja yang lebih tua daripada Katolik Roma, yang tertua yaitu Gereja Koptik Ortodoks Mesir yang masih berdiri hingga saat ini. Dalam catatan yang ditulis dalam masa sekitar 200 Masehi (yang mana tidak terlalu jauh dengan peristiwa sejarah Yesus) oleh Baba Demetrios – Pastor Gereja Koptik Ortodoks pada saat itu, bahwa Natal dirayakan pada tanggal 29 bulan Kia. Dimana, masyarakat Mesir, menganut penanggalan Sirius yang berbasis pada pergerakan bintang, diyakini penanggalan ini lebih akurat dibanding penanggalan bulan atau Komariah, atau tahun masehi kita yang berbasis pada matahari atau Samsyiah. Penanggalan Sirius ini tidak mengenal tahun Kabisat, disebut juga sebagai penanggalan Kawakibia atau Anno Martiri.
Pada abad ke 4, tentu saja tahun Masehi, tanggal 29 bulan Kia ini bertepatan dengan tanggal 7 Januari, sehingga inilah yang dianut oleh gereja-gereja di wilayah Julian dengan aliran gereja Ortodoks seperti di wilayah Rusia, Mesir untuk merayakan Natal. Pada abad ke-5, barulah tanggal ini bertepatan dengan tanggal 25 Desember dan oleh Paus ditetapkan sebagai tanggal untuk merayakan Natal. Mungkin memang iya, pada saat itu Paus ngobrol sama Kaisar Roma, dan munculah ide soal Dewa Matahari. Yaaah… siapa tahu *ide sok tahu*
Kesimpulannya, jadi benarkah Yesus lahir di bulan Desember? Bulan Januari? Agustus atau September?
Tetap saja tidak ditemukan tanggal pastinya dan belum ada ketetapan baru. Yang jelas, buatku, cerita baru soal Natal ini membuka satu lagi wawasanku.
Soal tanggal, dan perlu nggak dirayain, aku memang tidak pernah peduli, bagiku Natal adalah liburan dan berkumpul bersama keluarga, meski keluargaku yang merayakan Natal hanya aku dan Ibuku, sebab saudara si Mamah beragama Islam semua. Lagipula, tidak ada ayat di Alkitab yang menyuruh merayakan Natal *sok tau*.
Intinya, aku sih nggak peduli sama tanggal.
Tapi aku peduli sama fakta baru ini. Ada banyak maknanya. Salah satunya bahwa, Tuhan benar-benar dipahami oleh manusia menurut adat dan budayanya, menurut bahasanya. Dan Tuhan sangat memahami manusia dan keberagaman umatNya *ya iyalaaaah* karena Ia sendiri yang menciptakan perbedaan itu (ingat peristiwa Babel ketika Ia menyerakan seluruh manusia ke berbagai penjuru bumi dan membedakan bahasanya?). Tapi sebenernya, perbedaan itu tidak bisa dijadikan alasan untuk bermusuhan, untuk dijadikan alasan berperang dan saling membunuh. Karena jika dilihat dari moyang-moyangnya-moyangnya kita, kita semuanya ini satu darah *ya iyalaaah… dari Adam & Hawa 😆 *
Eh serius loh ini.
Eniwei, aku sedang digelitik rasa ingin tahu yang cukup besar untuk menggali lebih banyak lagi soal ini. Jika aku mendapatkan informasi baru, pasti akan aku bagi disini *gak pentiiiing neeek*
Leave a Reply