Afghanistan dan pengejar layang-layang

The Kite Runner

Baru baca sampai halaman 264, tapi meski baru setengah, mataku sudah bengkak akibat menangis sesenggukan membaca separuh pertama buku ini. Aku memang drama queen, maunya sih dancing queen… tapi ya apa boleh buat… yg penting ada queen-nya… :mrgreen:
Yak.. pokus kembali ke Kite Runner.

Selama ini, aku tidak tertarik untuk mengenal Afghanistan, karena terlalu pilu, perang terus menerus dan terkenal sekali sebagai kawah candradimukanya para teroris, maaf, aku memang gak ngerti apa-apa soal ini, memang suka menyimpulkan aja. Nah, karena itulah aku menghindari apapun soal Afghanistan, termasuk cerita yang bersetting Afghanistan, takut sedih. Entah kenapa, buku ini menarik hati, ya sutralah embat aja… daaaan… beneran kan…. bikin nangis… Ceritanya, soal persahabatan… antara Amir & Hassan, majikan dan pelayan. Hassan adalah pelayan Amir. Meski bersahabat, Amir tidak pernah menganggap Hassan temannya, meski ya… ia satu-satunya teman yang paling mengerti Amir… aduuh… bahasaku berlibet.
Aku nangis sesenggukan ketika Amir, melihat Hassan diperkosa dan Amir memutuskan untuk lari, menjadi ‘pengkhianat’. Cara penceritaan Khaled Hosseini yang tersusun rapilah yang bisa membuat airmata itu berderai-derai. Emosi dibangun dengan apik sekali. Salut! Aku sering menangis karena baca buku dan nonton film, tapi belum pernah nangis sekejer ini, bahkan menuliskannya lagi… membuat airmata mengambang di pelupuk mata *tsaah*, aku mengingat nyeri dan kekosongan yang berasa berat yang menekan tenggorokan ketika membacanya. Aku juga menangis waktu Hassan & Ali ayahnya, pergi meninggalkan rumah Amir karena ‘difitnah’ oleh amir yang tak tahan berdekatan dengan Hassan, mengingat ia telah ‘mengkhianati’ pelayan setianya itu, waktu Amir melempari Hassan dengan buah delima, berharap Hassan menghukumnya karena meninggalkannya. Waktu Ayah amir akan meninggal dan melakukan kewajiban terakhirnya menikahkan Amir … Baba membasahi rambutnya dan menyisirnya ke belakang. Aku menolongnya mengenakan kemeja putih bersih dan mengikatkan dasinya, mau tak mau melihat kekosongan selebar 5 cm di antara kerah baju dan leher Baba. Aku memikirkan betapa besar ruangan yang akan menjadi kosong karena ditinggalkan oleh Baba jika saatnya tiba nanti, dan aku segera mengalihkan pikiranku. Baba tidak akan meninggal. Tidak sekarang. … dan tangisku semakin meledak. Lalu berhenti baca karena lelah menangis… hiahahahaha emang, aku berlebihan… tapi sekarang mataku bengkak, sebengkak-bengkaknya.
Aku baru sampai halaman 264, belum tahu apa yang akan terjadi pada Amir yang nuraninya tersiksa karena tidak berani menyuarakan ketidakadilan dan hinaan yang terjadi atas pelayan setianya. Apakah Amir bertemu kembali dengan Hassan dan meminta maaf kepadanya atau tidak, aku juga tidak tahu. Nanti kalau sudah selesai baca aku cerita lagi. Review yang beneran… :mrgreen:

Tapi yang mengganggu sekarang adalah: nurani, rasa bersalah yang merupakan indikator hati nurani masih berfungsi dengan baik. Hati nurani yang menjadi satu-satunya harta dari mahluk hidup yang disebut manusia.
Seorang senior pernah berkata padaku, “berbuat dosa, berbuat jahat itu adalah kebiasaan me-non aktifkan hati nurani. Saat pertama berbuat dosa, pasti nurani kita berteriak-teriak dan meminta kita untuk berhenti melakukan kesalahan dan bertobat, tapi kebebalan membuat kita menulikan ‘telinga’ dari jeritan hati nurani dan lama kelamaan, kita memang sudah tidak bisa mendengarnya berteriak-teriak lagi”.
Hmm… memang iya… alah bisa karena biasa. Kebodohan untuk terus hidup dalam kesalahan karena kita ‘menulikan’ telinga kita. Dan Amir berusaha menulikan telinganya, berusaha membohongi hati nuraninya bahwa Hassan adalah pengorbanan, tapi dia tahu, dia menderita seuumur hidupnya. Nuraninya masih berfungsi dengan baik.

Aduuh… kok aku sedih lagi… juga merasa bersalah ini, karena mencuri waktu kerja dengan blogging… hiahahahaha berarti nuraniku sebagai buruh teladan masih bekerja dengan baik.

5 responses to “Afghanistan dan pengejar layang-layang”

  1. Buku itu udah dibeli sekitar dua bulan yang lalu, tapi belum sempat tersentuh…..wahh pakai acara nangis ya…saya lebih suka yang lucu dan happy end.

    bu, baca aja… baguuuusssss….

  2. tjepi, emak gue juga demen bgt nih nonton the kite runner. gue dipaksa2 suruh nonton juga. bagus bgt ya emang? hu huuu, lo sama percis lo kaya gua, kalo lagi baca buku/nonton pelem gampang bgt ikutan nangis 😛

    kita kan memang wanita berhati lembut neek…. sayang gak banyak yang tau…. :mrgreen:
    nontoon bareng yuuuk…. sumprit, bukunya bagus…. mungkin filmnya juga….

  3. one of my favorites. sumpah emang bikin nangis 😦

    mari kita nobar, mbok yg nyiapin popcorn, nanti aku yang bawa tissue

  4. Cep, G cintah mati bgt am anih pilem, sedih yah bok!

    mana yg jadi Hassan, mukenye sedih bangeeet!!!

  5. dan bryan pun nangis setelah nonton film ini….

    :mrgreen: jangan salahin desem pelemna emang sedih…. apalagi bukuna….

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: