Seringkali, orang bingung dan rancu darimana aku berasal, mengingat bahasa Sunda yang semena-mena kugunakan dengan logat Jawa Timuran yang lekoh *halah*. Dan saat ditanya lebih jauh, darimana aku berasal, aku akan menjawab, aku orang Jawa Timur, dari kota Nganjuk. Lalu ketika pertanyaan lebih spesifik tentang asal-usul orangtua dilontarkan, aku selalu menjawab, “ayah Cina dan ibu Jawa, tapi aku lebih merasa sebagai Jawa daripada Cina, karena aku nggak ngerti soal budaya Cina, lagipula aku sangat fasih berbahasa Jawa dan tidak bisa berbahasa Cina”
Aku sebenarnya, sangat membenci pengkotak-kotakan manusia berdasarkan ras, suku dan agama, tapi tanpa sadar, aku telah melakukannya dengan pembeberan asal-usul yang nggak penting banget. Mungkin, lain kali kalau ditanya, aku akan menjawab aku orang Indonesia. Tak salah kan? Meski klise dan kesannya sok nasionalis sekali. Indonesia kan memang campur-campur kan? Tak heran, sebagai orang Indonesia, aku juga kecanduan es campur 😆
Eh, aku jadi serius berpikir, kalau nanti ada orang yang bertanya, “kamu asalnya darimana?” lalu kujawab, “dari Indonesia”, kira-kira… aku bakal digaplok sama orang nggak ya? Kamsudnya, orang jadi sebel atau nggak gitu sama aku?! Hehehehe. Kenapa mesti nanya? Ya iyalah… mesti nanya masak ya iya dong? *tssaah gak penting*
Sutralah, lupakan saja ocehan anak ayam berambut nenek sihir ini. Nggak penting menelusuri asal-usulku.
Yang penting, aku memang orang Indonesia, meski sempat tidak diakui sebagai warga negara yang bertanah air Indonesia. Penting juga untuk diketahui, bahwa aku cinta sama Indonesia. Heeeiiii….. jangan ketawa meledek, meski aku masih berbahasa Indonesia dengan tidak baik dan tidak benar, teteup kok… aing bogoh ka Indonesia… hehehehehe
Ya, cuma Indonesia satu-satunya tanah air yang aku kenal, otomatis aku cinta… meski kepercayaanku pada para pemimpinnya sudah tidak ada *upsss…. aman nggak ya ‘ngomel’ gini di blog?*
Mulai serius nih. Aku tidak bermaksud mendiskreditkan para pemimpin bangsa ini, yang sudah susah payah untuk memajukan negeri ini. Aku hanya tidak bisa percaya, itu saja. Jadi, aku percaya sepenuhnya pada negeriku, tanah airku Indonesia *tsaah* tapi tidak bisa percaya pada para pemimpinnya. Maaf. Aku terlalu kasar dan nggak mikir ya? Mungkin. Tapi mau bagaimana lagi…
Tapi tenang, hai para pemimpin bangsa, kalian tetap ada dalam doaku kok. Bukankah bangsa, negara, rakyat dan pemimpin merupakan satu paket dalam setiap doa yang dipanjatkan? Semoga, dengan bertambahnya hikmat akal budi para pemimpin, maka nurani yang dimiliki beliau-beliau pun semakin tajam, sehingga bisa benar-benar merasa, melihat dan mendengar, dan kepercayaanku mulai tumbuh lagi. Aku ingin mencintai negeri ini dengan kepercayaan penuh *ya sutrah, percaya saja sekarang, gitu aja kok repot?*
Selamat Hari Kebangkitan Nasional *iyaa… iyaa… udah telat, tapi ga pa-pa kan telat neeik, daripada kagak masuk, telat potong gaji setengah hari klo gak masuk potong gaji full sehari?! 😆 *
Indonesia, aku cinta kamu, sungguh, meski cuma dengan setengah kepercayaan.
Leave a Reply