Dari Gedung PLN kami melanjutkan perjalanan ke Braga. Sempat berhenti sebentar untuk memotret-motret gedung Bank Jabar yang dibangun pada tahun 1935 oleh A.F Aalbers, maka tak herena jika selain style Art Deco yang sama, bangunan ini juga memiliki ciri lengkung sama seperti Hotel Savoy Homann, wong arsiteknya sama je…
Menyusuri Jl. Braga, mau tak mau membuat kami membahas asal nama jalan ini. Ada dugaan bahwa nama Braga ini diambil dari nama kelompok tonil (drama) yang biasa manggung di kawasan ini sejak tahun 1882. Tapi ada juga yang menduga bahwa nama Braga ini berasal dari kata Baraga (Sunda) yang berarti bergaya, sebab pada masa ‘jaya’ Parisj Van Java, Jl. Braga ini merupakan arena untuk keceng-mengeceng. Toko-toko pakaian di Jl. Braga pada waktu itu selalu up to date dengan model-model terbaru dari Eropa.
Tak lama berjalan, kami kemudian mampir ke Restoran Braga Permai yang dibangun pada tahun 1920-an. Pada masa itu restoran ini bernama Maison Bogerijn. Sebenarnya, ada satu restoran lagi di Jl. Braga yang merupakan peninggalan kuliner sejak jaman dahulu, yaitu Sumber Hidangan, sayangnya, pada hari Minggu, Sumber Hidangan tutup, jadi kami cuma bisa mampir ke Braga Permai, menikmati Roti Kadet dan es krim.
Seusai melepas lelah, kami berjalan lagi ke arah utara, melewati gedung Landmark, yang kini sering dipakai untuk pameran. Dahulunya, gedung yang dibangun pada tahun 1922 oleh C.P Wolf Schoemaker ini, merupakan percetakan dan toko buku Van Dorp.
Tak jauh dari gedung Landmark adalah gedung Bank Indonesia yang berseberangan dengan Cabazon Factory Outlet di masa kini, keduanya masih berada di Jl. Braga, namun dipisahkan oleh lintasan rel kereta api dengan area Braga selatan. Konon cerita, lintasan kereta api ini, sebagai simbol untuk membedakan wilayah Eropa dan wilayah perdagangan yang boleh dimasuki oleh kaum Inlander, leh karenanya, penataan di wilayah utara jauh lebih teratur dan artistik dibandingkan wilayah selatan. Entahlah, aku juga gak tau itu benar atau tidak tapi memang, jika melihat gedung-gedung tua di wilayah utara nampaknya lebih megah dan indah, dikelilingi taman dan area luas, berbeda dengan di bagian selatan yang tidak banyak taman dan area luas.
Gedung Bank Indonesia, dibangun pada tahun 1917 dirancang oleh EHGH Cuypers untuk Javasche Bank. Megah banget. Sampai sekarang, aku masih bengong-bengong aja kalau melihatnya…. mantab man…
Sedangkan gedung yang digunakan oleh Cabazon factory outlet saat ini, dulunya bernama Insulinde Palm Oil Factory, dimiliki oleh sebuah pabrik minyak yang berbasis di Surabaya, sebagai persiapan jika Ibukota Batavia dipindahkan ke Bandung. Dibangun pada tahun 1925 dan dirancang oleh R.L.A Schoemaker.
Sebelum masuk ke Taman Balaikota, aku sempat ‘membelot’ untuk memotret bangunan Gereja Bethel. Sudah sejak lama aku ingin mampir dan berfoto di depannya, tapi malu…. hehehe sejak kapan ya? buatku, bangunan ini, serta pohon-pohon cemara di seklilingnya tuh indah banget. Gereja ini dibangun pada tahun 1926 oleh C.P.W. Schoemaker, memadukan unsur arsitektur lokal pada atap dan arsitektus gothic pada menara. Bagus banget dah…
Pada tahun 1825, di lokasi yang sekarang merupakan Taman Balaikota ini, adalah gudang kopi milik Andreas de Wilde yang merupakan salah satu Preangerplanters dan memiliki sebuah perkebunan di utara Bandung (bukan Bandung Utara 😆 , jadi inget statemen ini: ‘perumahan megah di selatan Jakarta, oh… mananya Jakarta Selatan’… halah… opo sih… gak penting!). 50 tahun kemudian, gudang kopi Meneer Andreas ini berubah menjadi taman kota yang pertama di Bandung bernama Pieters Park. Sedangkan bangunan Balaikota, dibangun pada tahun 1929 oleh E.H. de Roo.
Menyeberangi Jl. Merdeka dari Taman Balaikota, sampailah kami ke bangunan gedung sekolah Santa angela. Dulunya bangunan ini ditujukan untuk menjadi niara dengan nama Zusters Ursulinen. Dibangun secara kolaborasi oleh beberapa arsitek yaitu, Huiswit, Fermont, Cuypers, & Dikstaal pada tahun 1922.
Tak jauh dari situ adalah Polwiltabes Bandung (iya, kantor Polisi yang waktu itu aku salah tempat untuk perpanjangan STNK… untung tukang parkirnya baik), gedung ini merupakan Sekolah untuk para guru atau Kweekschool. Bangunan ini selesai pada tahun 1866 oleh arsitek V. Berger.
Di seberangnya adalah Gereja Katedral St. Peter yang hingga saat ini merupakan bangunan gereja terbesar di Bandung. Dibangun pada tahun 1922 olh C.P.W. Schoemaker. Kemaren itu, aku tak sempat banyak mengambil gambar gereja bergaya neo-gothic ini, sebab kan hari Minggu dan masih banyak jemaat yang beribadah, aku malas serius ngambil gamber kembang warna ungu di samping halaman gereja… lucu loh…
Leave a Reply