Bertepatan dengan sepuluh tahunku di Bandung, yang genap tanggal 9 September kemaren, halah, aku ikut kegiatan Bandung Trails yaitu Bandung Historical Walk – Kilas balik Parisj Van Java. Kegiatan ini diadakan oleh organisasi nirlaba Bandung Trails yang bertujuan untuk melestarikan budaya (termasuk bangunan) bersejarah di kota Bandung.
Dimulai pukul 6.30 pagi, kegiatan ini berakhir sekitar jam tiga sore. Adapun area yang akan dikunjungi adalah Gedung Merdeka di Jl. Asia Afrika, muter2 sekitar situ, trus ke Braga, lalu ke daerah militer di Jl. Jawa kemudian ke Gedung Sate dan yang bikin seru, kita bakal jalan kaki!
Meeting point sekaligus lokasi pertama tujuan kegiatan kali ini adalah Gedung Merdeka di Jl. Asia Afrika. Gedung yang dulunya bernama Societiet Concordia yang pada tahun 1895 hanyalah berupa bangunan biasa tempat berkumpulnya kaum elit Eropa yang tingga dan sedang berada di tanah Parahyangan. Pada tahun 1921, diarsiteki oleh C.P Wolf Schoemaker, gedung ini direnovasi menjadi most luxurious, well facilitated, exclusive dan modern super club bagi orang-orang Eropa, hal yang makin menegaskan bahwa hanya kaum elit yang boleh masuk adalah tulisan yang diletakkan di depan gedung ini yaitu: Inlander dan anjing dilarang masuk. Haiyyah… bahkan konon cerita, Schoemaker pun dilarang masuk ke club ini, karena meskipun dia orang Belanda, tapi dia lahir di tanah inlander. Pada tahun 1940, gedung ini mengalami perbaikan lagi, kali ini dikomandani oleh A.F. Aalbers sehingga makin membuat gedung ini bercirikan European style. Ketika pendudukan Jepang, gedung ini berubah nama menjadi Yamato dan sempat terbakar pada tahun 1944. Puncak sejarah gedung ini adalah ketika pada tahun 1955, digunakan menjadi tempat terselenggaranya Konferensi Asia Afrika yang pertama. Sekarang gedung ini digunakan sebagai Museum KAA. Kondisinya cukup bagus dan representatif, semoga kondisi ini bisa dipertahankan terus. Aku juga sempat menyaksikan pemutaran film mengenai KAA versi Garin Nugroho, yang dibuat untuk menyambut komite Konfrensi Asia Afrika pada tahun 2005. Keren tau!!! Aku pengen nangis… halah! Trus, ada cuplikan kata-kata dari Pidato Presiden Sukarno waktu menyambut delegasi KAA pertama, with love to earth, Bandung has spoken… aduuuh…. aku terharu sekali…
Lokasi kedua adalah menyusuri Jl. Asia Afrika menuju KM 0 Bandung. Jl. Asia Afrika ini adalah salah satu jalan pertama di Bandung yang merupakan bagian dari de groote postweg alias jalan raya pos, yang diprakarsai oleh gubernur Jenderal Daendels dan membentang sepanjang 1,000 KM mulai dari Anyer di Jawa Barat hingga Penarukan Jawa Timur. Adapun di tonggak KM 0 adalah lokasi dimana Daendels, menancapkan sebuah tombak sebagai tanda untuk dimulainya pembangungan sebuah ibukota kabupaten yang baru. Sebab, Ibukota Kabupaten Bandung lama, sebenarnya berada di daerah Krapyak – Dayeuh Kolot. Sebenarnya, sebelum peristiwa penancapan tombak itu pun, Bupati Bandung pada saat itu, R. Wiranatakusumah II atau kemudian dikenal sebagai Dalem Kaum I, sudah berencana untuk memindahkan Ibukota Kabupaten, sebab sejak jaman dahulu kala, Dayeuh Kolt itu sudah sering banjir di waktu hujan. Nah, mulai di KM 0 inilah, kota Bandung mulai dibangun, hingga kini, jarak kemanapun dari Bandung dihitung mulai dari titik ini.
Di dekat tonggak KM 0 ada monumen Setum, yang berupa setum kuno yang konon dipergunakan untuk memperluas jalan Asia – Afrika di masa peralihan abad 20.
Tak jauh dari situ, adalah Grand Hotel Preanger. Pada tahun 1889, bangunan ini adalah guest house sederhana yang dibangun untuk para Preangerplanters yang berkunjung di Bandung. Preangerplanters adalah tuan tanah Priangan, konon katanya, bangsa Belanda sulit untuk mengucapkan Priangan, sehingga Priangan berubah bunyi menjadi Preanger (dan pada masa awalku di Bandung, Preanger berubah bunyi menjadi Pre-anger, dibaca cara bahasa enggres, sampai seorang teman berkata, “goblok lu… dibacanya preanger biasa tau…” 😆 ). Pada tahun 1928 dilakukan renovasi oleh C.P. Wolf Schoemaker dengan gaya art deco dan memasukan unsur ornamen Indian Maya. Gedung ini pada masa modren, tahun 1989, pernah direnovasi dan dilakukan penambahan bangunan oleh Atelier group, tapi bangunan depannya tidak mengalami perubahan.
Kemudian, kami kembali ke barat, ada Hotel Savoy Homann. Hotel ini merupakan hotel tertua di Bandung milik keluarga Homann yang berkebangsaan Jerman sejak 1880. Pada tahun 1939, bangunannya direnovasi oleh A.F. Aalbers menjadi bergaya Art Deco hingga sekarang. Pada masa dulu, hotel ini banyak disinggahi orang-orang penting. Dan pada Konfrensi Asia Afrika yang pertama, digunakan untuk tempat penginapan resmi para pemimpin negara & delegasi. Konon katanya, Charlie Chaplin dan Marlyn Monroe pun pernah menginap di hotel ini. Kalo aku sih belum pernah… tapi kalo lewat sering, ada bubur ayam enak dan nasi goreng enak di samping hotel ini 😀
Leave a Reply