Travelers’ Tale

Belok Kanan: Barcelona!

Karena nggak ada kegiatan yang berarti selain melamun dan dengerin cd-cd baru kiriman dari seorang teman yang baik hati πŸ˜€ maka, untuk kesekian kalinya aku membaca Travelers’ Tale, halah… pembukaannya panjang bener yah… πŸ˜› Ini pertama kalinya aku beli novel karangan Adhitya Mulya dan Ninit Yunita, katanya ini debutnya Alaya Setya dan Iman Hidajat. Bahkan aku belum pernah baca Jomblo πŸ˜› tapi pernah baca Test Pack dan Kok putusin gue-nya Ninit. Bukan karena aku nggak suka, cuma belum tertarik saja. Baca 2 novel Ninit karena waktu itu nungguin temen dan yang bacanya cuma sejam trus abis gitu, jadi mikir, ngapain beli kalo cepet abisnya yak? πŸ˜€ *nggak mau rugi*

Tapi, buku ini benar-benar menarik aku untuk beli. Serius, aku suka sama covernya, pas dipajang gitu, eh covernya beda ama yang lain (salah satu alasan aku nggak beli Jomblo adalah covernya yang oranye itu… Gege Mengejar Cinta juga hampir mirip, aku nggak suka gambarnya… tuh… makanya The PatchWork covernya kudu ciamik ya πŸ˜› ). Hanya saja aku kurang suka sama gambar pintu di covernya TT, tadinya kupikir itu gambar jendela, soalnya kan empat orang itu lagi jalan dengan latar belakang tembok tua gitu, kupikir bangunan tua yang berjendela, halah… ternyata kok ada bayangannya ya, oh… rupanya itu pintu… wah… mungkin ini maksudnya kaya pintu Doraemon gitu ya… travelers yang pergi kemana pun ke seluruh dunia… halah! Aku telat juga mengartikan pintunya ya, eh, tapi kenapa juga kubahas ya? πŸ˜€

Trus ketertarikan sama TT makin besar pas baca kata pengantar, hehehe dari sebuah buku, aku tuh paling suka baca kata pengantar dan ucapan terimakasih, bener! Salah satu ambisi terbesar adalah menulis ucapan terimakasih di my own novel lhoh… πŸ˜€

Balik ke TT, yang nulis kata pengantarnya adalah Wimar Witoelar …Kalau harus ada kesimpulan, bisa dikatakan bahwa dengan bersatunya sistem travel, keuangan, konvensi perjalanan, maka dunia sudah menjadi seamless… ah…. betapa menggiurkan kata-kata dunia menjadi seamless ituh… eh, harusnya ditambah lagi dengan: apalagi dengan adanya internet… hehehe πŸ˜€ makin seamless ajah… karena konon katanya (halah!) Adhit dan Ninit berkenalan dengan Alaya dan Iman lewat weblog yang mana Alaya dan Iman juga katanya berkenalan lewat weblog, bagaimana Adhit dan Ninit berkenalan? Yaelah… panjang deh. Dan katanya lagi, ketika memutuskan untuk menulis bersama, mereka belum pernah kopdar πŸ˜€ Wah… keren-keren… bisa ‘nyatu’ gitu tulisannya ya… chemistrynya dapet (naon sih?).

Cerita novel ini cukup ringan (makanya aku sempet ngomel-ngomel waktu kelar baca hanya dua jam kurang dari setelah bayar di kasir 😦 ) tapi justru karena ringan itulah, novel ini paling cucok untuk menemani kita bersantai, sambil minum kopu dan ngemil chocolate chips cookies, wah berasa kayak Retno, salah salah satu tokoh di novel ini yang mencandu kopi. Meski ringan, isinya cukup ‘padet’ kok… membawa kita mengkhayal suatu saat ke tempat itu, buat aku sih… mengkhayal bikin novelnya πŸ˜› hueehehe tapi pengen ke Barcelona sih memang… (Pak Bos, kirim saya ke BCN dung… janji deh… dapet order pasti… :P)

Aku dapet edisi pertama, yang mana katanya cepet banget abisnya tapi ya maklum sebagai hantunya Gramedia ya pasti dapet yang edisi pertama, baru dipajang udah dibeli πŸ˜€ tapi katanya (lagi) edisi keduanya lebih bagus karena foto berwarnanya lebih banyak… hiks. Eh, tapi gak pa-palah… kalau mau liat foto berwarna lebih banyak, bisa liat di flickr-nya Adhit dan Ninit πŸ˜€

Seperti yang banyak dibilang sama pe-review beneran πŸ˜› ceritanya pastilah keren, cuma aku punya ganjalan tentang hubungan Francis dan Retno, whalah itu sampe ngejar ke Copenhagen tapi akhirnya gimana yak? Whuhu… maklum, aku kan penggemar happy ending, meski not every story has it end, seperti The Patchwork misalnya πŸ˜›

Poko’e aku tuh kagum banget sama keempat penulis ini, karakter mereka sama-sama kuat, semuanya peran utama, menurutku seh… meski memang Farah dan Jusuf porsi ceritanya rada banyak, Retno dan Francis juga cukup diingat kok… Umh… mungkin karena yang nulis empat orang yang beda kali ya… mungkin…

Dan semakin termangu-mangu dan terjelu-jelu (?) sama The PatchWork, duh… mbak Vega, nonik Zara dan madmoiselle Aimee, kok masing-masing masih blur yah… duh… kapan kelarnya?

Intinye nih, yang belum baca Travelers’ Tale, baca deh… nggak rugi juga belinya, poko’e seru deh… trus doain juga The Patchwork jalannya bakal mulus, bakal diterima sama penerbit trus diterbitin trus laku… itu maksudnye πŸ˜›

4 responses to “Travelers’ Tale”

  1. thanks for the review ya

    sama-sama jeng… bukunya memang bagus dan Farah Babedan sepertinya memang beruntung sekali πŸ˜€ terimakasih juga sudah mampir…

  2. thanks atas reviewnya ya. Rgds.

    such a honor, 2 penulis TT mau mampir πŸ˜€ sedangkan ibu yang satu lagi juga mengucapkan terimakasih personally πŸ˜€ . Terimakasih juga dari sayah… karena tanpa kalian sadari, kalian sudah mengajari saya (pilih cover yang bagus! halah! πŸ˜€ )

  3. mbak, makasih udah berkunjung ke blog aku en sempetin nulis comment di sana. review-nya oke euy. makasih ya…

    wah… sama-sama pak, bukunya memang bagus kok… meskipun untuk mendapatkan presepsi bagus harus ada imbangan negatifnya πŸ™‚ hehehe tapi saya suka kok., bisa mbaca berkali-kali… *keukeuh* Ah, senangnya, penulis-penulis hebat di balik TT menyempatkan mampir kemari…

  4. allo salam kenal

    πŸ™‚

    CIAO ITALIA!
    unmacchiato.blogspot.com

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: