Dewi – in memoriam

Salah seorang sahabat telah berpulang mendahului kami semua. Dewi Kartika Jaya Wardhani. Dia baru 26 tahun, bulan Juli nanti dia 27. Dia sakit, sakitnya juga nggak jelas, sejak dia masih di Bandung samapi akhirnya pulang ke Bogor, penyakitnya Dewi masih belum terdeteksi. Dulu dia sempet dirawat di RS. Kebonjati dan di diagnosa, ada ususnya yang busuk jadi harus diambil. Setelah operasi, keadaannya cukup membaik selama beberapa minggu, setelah itu, ada lagi penyakit baru yang datang dan setelah itu, keadaannya nggak pernah membaik. Kabar terakhir, dia sudah lumpuh total, nggak bisa ngapa-ngapain, hanya bisa berbaring di tempat tidur dan terengah-engah kalau berbicara.

Aku mendapat kabar kepergiannya setelah dua hari dia berpulang, karena keluarganya yang masih shock tidak sempat untuk memberitahukan kepada kami teman-temannya yang di Bandung. Reaksi kami saat mengetahui ini, rata-rata sama (dikonfirmasi setelah ketemuan) memandangi hp, membaca sms lagi lalu mondar-mandir nggak karuan sebelum akhirnya bisa membalas pesan dan meneruskannya kepada yang lain. Aku sendiri merasa menyesal, beberapa kali ke Bogor, dalam tugas kantor, aku tidak sempat mampir ke rumah Dewi untuk menengoknya, padahal keinginannya, ada temannya yang dari Bandung menengok dia, supaya ada yang menemaninya menertawakan hidup, ini mungkin akan jadi penghiburan yang menyenangkan karena dia sudah kepayahan. Terlalu cepat dia pergi, saat kami lengah dan mengira, dia akan sembuh. Meski keadaannnya makin memburuk, kami sama sekali nggak berpikir dia akan berpulang, kami berpikir dan membayangkan dia akan sembuh.

Saat mendengar kabar ini, aku sedang ‘wine tasting’ sendirian di rumah. Seorang teman yang baik hati kan mengirimku sebotol Wine yang menurutnya light, sweet but still nendang! Jadilah sabtu itu aku berdiam di rumah, menyiapkan cracker, cheese cake dan macam-macam potatoes untuk menemani minum wine, tidak lupa memasang cd music dan bacaan. Aku membayangkan Sabtu sore yang tenang dan ‘memabukan’. Rencana berjalan mulus hingga sms dari Linda masuk, T’ly, Dewi meninggal di Bogor hari Kamis kemaren… aku mengira apa aku sudah mabuk hingga salah baca? Non! Lalu dengan jeda beberapa saat untuk shock, aku melanjutkan pesan itu ke teman yang lain yang membalasnya dengan jeda sesaat juga (memang, semua orang selalu shock mendengar tentang kematian).

SMS Udjie yang paling membuat aku menangis, Djie pikir masih bisa ketemu dia lagi, terakhir kali ketemu kan di tempat t’Ly, kita ngobrol sampe pagi,trus bikin video klip, Djie masih simpan videonya. Ingatan langsung melayang saat itu, ketika Dewi masih sehat, Udjie yang sudah kembali ke Tanjung Pinang datang berkunjung kembali ke Bandung dan mereka menginap di rumahku. Cerita semalaman tentang kekasih hati, keluarga juga harapan-harapan dalam hidup, membuat video konyol untuk menghibur Udjie yang akan kembali ke Pinang dan pasti merindukan kami di Bandung, sekarang, video itu yang bisa membantu kami tertawa mengingat kelakuan konyol Dewi.

Kombinasi dari wine yang rasanya makin solid (aseli, rasanya makin mantab setelah botolnya dibuka sekitar dua jam) , Bandung yang macet di malam minggu sehingga aku malas keluar untuk bertemu teman-teman yang lain, kesendirian dan kenangan akan seorang sahabat, sukses membuatku menangis tapi juga mensyukuri hidup. Teringat akan posting Nila Tanzil, aku menuang segelas wine lagi, mengucap syukur bahwa aku pernah mengenal seorang kawan yang sangat menghibur dan juga mengatkanku akan arti ketegaran dan perjuangan. Dewi, adalah salah seorang yang paling kuat yang pernah aku kenal. Kami pernah tinggal serumah selama tiga tahun, aku mengenal kakaknya lebih dulu, karena meski seumur, aku seangkatan sama kakaknya dan kami sudah seperti saudara.

Kata-kataku masih berhamburan nggak karuan mengingat Dewi, betapa cepat waktunya. Betapa cepat ia menyelesaikan tugasnya lalu kembali padaNYA.

Ah, hidup memang selalu mengejutkan, belum sebulan yang lalu, seorang sahabatku dari rumah kos yang sama (aku tinggal di kosan yang sama selama lima tahun sebelum pindah ke rumah kontrakan yang sudah empat tahun kutempati, ya… aku orang yang loyal, ato males?) melahirkan anak pertama, kemudian sepuluh hari yang lalu, seorang sahabat (lagi-lagi dari rumah yang sama) menikah, dan kemarin, seorang sahabat meninggal dunia.

C’est la vie… kelahiran, penyatuan dua manusia dan kematian silih berganti. Kebahagiaan dan kesedihan, tawa dan tangis dalam helaan napas yang sama.

Selamat jalan Dewi Karjo, Gender(uwo), teman kami yang tercinta, kenangan bersamamu membuat kami tertawa, menghibur kami sekaligus membuat kami meneteskan air mata. Kami ikhlas meski tetap berharap seandainya kami bisa bersamamu lebih lama.

r21.jpg

Dewi yang memakai baju ungu, di samping neng Udjie.

Ini kami lagi mau ke rumah mantan Ibu dan Bapak kos. Ini aku abis marahin mas-mas ABRI di angkot, soalnya mereka ngomongin aku pake bahasa Jawa, tadinya mau diem aja sih, tapi karena aku ngerti apa yang mereka omongin dan lama kelamaan nyebelin, ya sudah tak-semprot saja lagi pake bahasa kromo inggil tapi pedes 😀

r1.jpg

Foto muka jelek bersama mantan Ibu dan Bapak kos yang akrab disapa Mommy and Daddy. Masih inget, ini Dewi lagi kedinginan, “tiis euy…” ceuna, untung dia bawa jaket.

3 responses to “Dewi – in memoriam”

  1. Ini dewi yg dari cadasari pandeglang bukan ?

    1. Iya, ini Dewi dari Pandeglang, tapi saya nggak tau apakah kampung dia namanya Cadasari atau bukan

  2. […] We missed you so much, Dewi Karjo. […]

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: