(Ken Version)
Gadis itu, masih membawa gairah yang sama. Meski ia lebih tenang dan dewasa tapi ia masih bola api yang sama. Setiap kali kutatap matanya, Aku tidak melihat hal lain selain cinta yang membara di dalamnya.
Pecinta jangan menatap tapi melihat.
Ia berubah menjadi sosok yang jauh lebih menarik, tapi cintanya masih sama, masih mengikatku hingga kau takut, bahkan untuk bernapas pun aku takut. Ketakutan yang terbalik, karena bukannya aku takut disakitinya, tapi takut menyakitinya.
Dia selalu mencintai dalam antusias.
Aku melihat cintanya, tapi aku masih tidak mengerti apa yang dirasakannya tentang cinta, aku berharap ia selalu bahagia dengan mencinta.
Akhirnya, ini berujung pada penyeleseian yang sangat sederhana. Dia pulang begitu saja. Aku sudah takut dengan skenario yang lebih rumit dan kompleks, karena ia selalu begitu, tapi ternyata sangat sederhana, sangat mudah. Setelah ia pergi, aku aku menyadari bahwa kami memang berawal dari kesederhanaan. Awal cerita yang sederhana, jalan cerita yang sederhana dan penyelesaian yang sederhana.
Risma, adiknya Romi teman SMA-ku di Jogja yang mengenalkan kami. Namanya Vega. Kutanya Vega siapa, dia menjawab Vega saja. Aku menangkap ketertarikannya padaku sejak kami berjabat tangan pertama kali. Aku bisa merasakannya saat ia tersenyum menatapku. Ia sudah membuatku takut ketika itu, seolah dia tahu aku sedang menilainya.
Aku tidak tertarik untuk urusan pacaran, aku mengatakannya lewat tatapan mataku kepadanya. Aku sangat terkejut ketika ia menjawab, tidak apa-apa sebab aku juga tidak ingin pacaran. Kami sudah berkata-kata tanpa suara. Aku makin takut. Kataku, lebih baik kamu tidak mengerti apa yang kukatakan lewat mata dan tidak usah menjawab sama seperti yang dilakukan gadis-gadis yang lain, jadi kalau begitu kita bisa aman, tidak usah berkomunikasi, cukup menyapa halo jika ketemu.
Dia menjawabku, aku pintar jadi aku bisa menjawabmu, gadis-gadis yang lain itu bodoh jadi tidak apa-apa kalau kamu tidak berurusan dengan mereka, sebab itu hanya akan buang-buang waktu, tapi tidak denganku, kamu akan perlu aku karena cuma aku yang pintar bercakap-cakap denganmu.
Kamu sudah punya pacar? Sehingga kamu tidak ingin pacaran denganku?
Tidak. Aku tidak punya pacar dan tidak ingin pacaran denganmu.
Tapi kamu tertarik padaku
Ya, Tidak boleh?
Jangan. Sebab aku tidak ingin pacaran.
Aku tahu, kamu sudah bilang tadi dan aku tidak peduli.
Kenapa tak peduli?
Urusanku, hak-ku untuk tertarik pada siapa saja.
Tapi jangan tertarik padaku.
Sudah terlanjur.
Kenapa?
Kenapa apanya?
Kenapa tertarik denganku?
Aku sudah bilang, urusanku jadi kamu tidak perlu tahu.
Urusanku juga, aku terlibat.
Tidak, Kita sama-sama tidak ingin pacaran kan, jadi tidak ada yang saling terlibat, kamu hidup denganmu aku hidup denganku, tidak ada aku denganmu dan kamu denganku.
Tapi kamu tertarik denganku, ini tentang aku dan kamu. Denganku dan denganmu.
Mungkin memang begitu, tapi kan hanya aku yang tertarik, toh kamu tidak dirugikan.
Siapa bilang? Itu menganggu aku.
Aku tidak peduli.
—————————————————————————-
Yiha…
Itu penggalan bab ”Cinta yang Mengikat” Ken yang bercerita tentang Vega. Semalam aku membaca ulang draftnya dan hasilnya, aku malah ngakak. Padahal aku pengennya bab ini romantis, tapi kok malah garing dan bodor gini ya 😦
ah…. gimana dong…
Leave a Reply